Senin 08 Oct 2018 16:50 WIB

Penantian Kejelasan Dana Bantuan di Lombok & Komitmen Menkeu

Sri Mulyani meminta dana untuk gempa tak dikaitkan dengan pertemuan IMF-Bank Dunia.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Ratna Puspita
Foto udara bangunan rumah warga korban bencana gempa bumi di Desa Kekait, Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Senin (1/10).
Foto: ANTARA FOTO
Foto udara bangunan rumah warga korban bencana gempa bumi di Desa Kekait, Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Senin (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK UTARA -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Utara melayangkan surat kepada Kementerian Sosial (Kemensos) terkait kejelasan soal bantuan kepada warga terdampak gempa. Pemerintah pusat telah menjanjikan bantuan untuk warga yang rumahnya rusak dan bantuan jaminan hidup.

Baca Juga: 

Baca Juga

"Pak Bupati (Lombok Utara) sudah melayangkan surat permohonan kejelasan terhadap jaminan hidup yang disampaikan sekjen Kemensos pada dua bulan lalu," ujar Pelaksana tugas (Plt) Kabag Humas Setda Kabupaten Lombok Utara Mujadid Muhas, Ahad (7/10).

Selain jaminan hidup, Mujadid mengatakan, hingga saat ini Pemkab Lombok Utara dan warga terdampak gempa yang rumahnya rusak berat di Lombok Utara belum menerima sepeser pun bantuan. Hasil verifikasi data, rumah rusak berat di Lombok Utara mencapai sekira 23 rumah.

 

Lombok Utara tidak sendirian. Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid juga menyatakan akan terus menagih janji pemerintah pusat melalui Kemensos tentang bantuan jaminan hidup untuk warga terdampak gempa. Ia mengatakan Lombok Barat telah merampungkan verifikasi data rumah rusak berat akibat gempa.

Ia menambahkan Lombok Barat segera mengirimkan data tersebut ke Kemensos sebagai syarat pencairan bantuan jadup. "Rumah rusak berat di Lombok Barat itu 13.996 unit, satu rumah misal empat orang, tinggal dikali Rp 10 ribu selama enam bulan, tinggal diserahkan saja," ujar Fauzan kepada Republika di Lombok Barat, Ahad (7/10).

Akan tetapi, Fauzan mengaku agak bingung dengan surat edaran yang dibuat Kemensos yang meminta kepala daerah untuk tidak menjanjikan bantuan jaminan hidup kepada warga. “Padahal kan sebelumnya beliau (mensos) yang sampaikan (saat ke Lombok Barat," kata dia.

Fauzan menyebutkan, surat edaran itu ditujukan kepada gubernur NTB, tetapi ditembuskan juga kepada bupati dan wali kota di NTB, termasuk dirinya. “Kami nuntut kepada pemerintah pusat, kami tetap menuntut komitmen itu karena itu janji," ujar Fauzan.

photo
Satuan Tugas (Satgas) Aman Nusa II Polda NTB membersihkan 1.248 rumah terdampak gempa di sejumlah wilayah di Pulau Lombok dan Sumbawa selama September. (Sumber: Polda NTB)

Tergantung pemerintah pusat

 

Janji dari Kemensos soal jaminan hidup, kalau tidak segera direalisasikan maka ujung-ujungnya akan Pak Jokowi yang kena imbasnya," Pengamat dari Lembaga Kajian Sosial dan Politik M16 Mataram, Bambang Mei Finarwanto.

Kepala Dinas Sosial Nusa Tenggara Barat (NTB) Ahsanul Khalik mengatakan hingga kini bantuan yang sudah cair untuk santunan kematian dengan nilai Rp 8,6 miliar. Sementara untuk bantuan jaminan hidup sedang berproses. 

 

Bantuan jaminan hidup itu terkait dengan bantuan rumah rusak. Hingga saat ini, dia katakan, baru Pemkab Lombok Tengah yang telah mengirimkan data warga terdampak gempa yang rumahnya rusak berat ke Kemensos sebagai salah satu syarat mendapatkan jaminan hidup. 

Ia mengatakan Pemkab Lombok Barat dan Pemkot Mataram segera mengirimkan data dalam waktu dekat ke Kemensos. Dia menambahkan, Gubernur NTB Zulkieflimansyah juga telah berkomunikasi melalui sambungan telepon dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menanyakan kejelasan bantuan jadup. 

"Persoalan cair dan tidak cairnya, ada dan tidak (dana) itu kewenangan pemerintah pusat,” kata Ahsanul.

Baca Juga: Palu Sepuluh Hari Pascagempa yang Mulai Menggeliat

Pengamat dari Lembaga Kajian Sosial dan Politik M16 Mataram Bambang Mei Finarwanto mengatakan, pemerintah pusat harus maksimal dalam melakukan penanganan bencana di NTB dan Sulawesi Tengah. "Pemerintah harus segera merealisasikan janji-janji karena korban terdampak gempa tentu akan menagih," ujar Bambang kepada Republika di Mataram, NTB, Ahad.

Bambang mengatakan, sejumlah janji yang diminta para korban terdampak gempa seperti pemberian bantuan dana untuk membangun kembali rumah yang rusak dan bantuan jaminan hidup. Bambang menilai, kondisi ini jangan sampai berlarut-larut karena akan memberikan dampak yang tidak bagi citra pemerintah itu sendiri.

Terlebih, Bambang mengatakan, saat ini memasuki tahun politik, di mana isu penanganan bencana sangat rentan untuk dipolitisasi. "Misalnya, janji dari Kemensos soal jaminan hidup, kalau tidak segera direalisasikan maka ujung-ujungnya akan Pak Jokowi yang kena imbasnya," ucap Bambang. 

Komitmen menkeu

 

"Tujuannya bukan uang tidak boleh diambil, tetapi kebaikan untuk kita semua merencanakan secara bertahap," kata Sri Mulyani.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memastikan pemerintah pusat memiliki komitmen dalam pemulihan kondisi warga terdampak gempa di NTB. Ada dua bantuan yang akan diberikan kepada warga terdampak gempa, yakni bantuan rumah rusak dan bantuan jaminan hidup. 

 

Sri menjanjikan Kemenkeu akan mencairkan sesuai jumlah yang diklaim. Syaratnya, seluruh kebutuhan tersebut sudah diverifikasi dan disertai landasan hukum. BNPB dan Kemensos melakukan verifikasi untuk jaminan hidup, sedangkan Kementerian PUPR untuk membangun hunian tetap. 

Terkait bantuan rumah, ia menerangkan, ada mekanisme agar anggaran untuk kebutuhan tersebut bisa dikeluarkan. Sesuai janji Presiden Jokowi, yakni rumah rusak berat dapat bantuan Rp 50 juta, yang rusak sedang Rp 25 juta, dan rusak ringan Rp 10 juta.

Pertama, pemerintah daerah terdampak bencana melakukan pendataan warga yang rumahnya rusak untuk kemudian disampaikan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Tahap selanjutnya adalah proses verifikasi dengan akurat.

"Jadi proses verifikasi sudah dianggap selesai 23 ribu kepala keluarga lebih sekarang ini sudah dibayarkan," kata Sri saat mendampingi Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde di Desa Guntur Macan, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Senin (8/10).

photo
Managing Director IMF Christine Lagarde bersama Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dam Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengunjungi lokasi terdampak gempa di Desa Guntur Macan, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Senin (8/10).

Sri menerangkan, proses pencairan bantuan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan ketersediaan bahan bangunan yang ada. "Tujuannya bukan uang tidak boleh diambil, tetapi kebaikan untuk kita semua merencanakan secara bertahap," kata dia.

Untuk bantuan jaminan hidup (jadup), kata Sri, baru akan bisa diberikan saat warga telah kembali ke rumah yang permanen. Namun, pemda saat ini sudah melakukan inventarisasi data seluruh penduduk terdampak gempa yang nantinya akan mendapatkan bantuan jadup.

"Daftar itu sudah disampaikan. Pemda dan Kemensos akan melakukan verifikasi bersamam BNPB, nanti kami Kemenkeu kita akan langsung cairkan," katanya menambahkan. 

Sri juga menyatakan pemerintah pusat sudah membelanjakan Rp 2,1 triliun untuk berbagai kebutuhan kedaruratan dan bantuan perumahan terdampak gempa di Lombok. Tidak hanya itu, pemerintah juga siap mengganggarkan dana rehabilitasi Lombok pada anggaran tahun depan.

Sri mengatakan, ada prosedur dan landasan hukum yang sedang dibahas bersama DPR agar bisa berjalan pada 1 Januari 2019. "Untuk 2019 sedang kami diskusikan untuk dianggarkan. Jadi bukan kita tidak punya uang, uangnya ada,” kata dia. 

Selama tiga bulan mendatang atau hingga akhir tahun ini, ia mengatakan, dana bencana di NTB menggunakan cadangan dana. Ia menambahkan dana ini akan dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Baca Juga:

Jangan kaitkan dengan Pertemuan IMF-Bank Dunia

Dia juga menepis anggapan dana bantuan untuk NTB tidak ada lantaran difokuskan untuk penanganan bencana di Sulawesi Tengah (Sulteng). "Tidak, uang untuk Lombok ya untuk Lombok, Sulteng untuk Sulteng," kata dia.

Ia mengatakan anggaran pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Bali juga tidak berpengaruh terhadap kemampuan ekonomi pemerintah dalam penanganan bencana. "Di sana (acara IMF) anggaran sudah dilakukan dengan secara hati-hati, pos anggaran untuk bencana pos sendiri yang kita kelola,” kata dia.

Ia meminta semua pihak sebaiknya tidak mencampuraduk perasaan warga sebagai korban gempa dan pertemuan IMF-Bank Dunia. “Enggak boleh orang campur aduk perasaan warga yang kena gempa, buat pernyataan yang provokatif bahwa uang (pemerintah) habis untuk di Bali," katanya.

Sri menegaskan pemerintah memiliki cukup dana untuk merealisasikan bantuan kepada warga terdampak gempa di NTB. Akan tetapi, ia menegaskan pengelolaan keuangan negara, termasuk alokasi dana untuk daerah terdampak, tetap dilakukan dengan prinsip hati-hati. 

Sri melanjutkan, hal terpenting saat ini masyarakat harus terus diberikan pemahaman terkait pola dan mitigasi bencana, serta perencanaan anggaran menangani bencana. Hal ini termasuk mekanisme asuransi kepada rumah, bangunan, dan infrastruktur.

Dengan demikian, apabila terjadi bencana tidak selalu muncul isu bahwa pemerintah memiliki anggaran atau tidak. Ia menambahkan, selain APBN, pemerintah juga sedang merencanakan membuat stimulus untuk kehidupan ekonomi kembali normal.

"Mereka yang mengalami kerusakan dari sisi bisnis oleh OJK akan dilakukan mekanisme penghapusan pinjaman itu,” kata dia. 

Ia menambahkan Indonesia pernah melakukan ini ketika gempa Aceh pada 2014. “Nanti melalui proses,” kata dia. 

Tidak hanya pinjaman, semua bisnis yang terdampak gempa akan dipertimbangkan untuk mendapatkan keringan pajak atau tax relief. “Jadi semuanya agar warga miliki kesempatan untuk kembali bangkit," katanya menambahkan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement