REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengharapkan sinergitas antara pihak-pihak terkait dalam menjaga Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Menurut Menteri PPPA Yohana Yembise, mulai dari lembaga pendidikan, keluarga, masyarakat, dunia usaha, dan lembaga pemerintah harus bersama mengatasi hal ini.
"Sinergitas kebijakan, program dan kegiatan di semua lini memiliki daya ungkit tinggi, dan semua pihak harus sepakat untuk meningkatkan pencatatan dan pelaporan melalui sistem database yang dapat dipertanggungjawabkan, faktual, real time, terverifikasi, dan terintegrasi," kata Yohana, saat Rakornas Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP-TPPO), Kamis (11/10) dalam keterangan tertulis.
Saat ini, Kemen PPPA telah membangun database Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA). Program tersebut dibuat untuk memfasilitasi pencatatan kekerasan berbasis data layanan di daerah.
Berdasarkan data dari Bareskrim Polri Direktorat Tindak Pidana Umum, sejak 2014 hingga saat ini terdapat 1.911 perempuan dan 335 anak korban TPPO. Modus operandi dan pola jaringan pelaku juga telah bergeser.
Pemalsuan dokumen yang semula hanya berupa KTP, saat ini berupa surat keterangan, serta adanya kawin pesanan. Perekrutan saat ini juga dapat dilakukan melalui media sosial sehingga pertemuan pelaku dan korban menjadi lebih mudah.
"Dalam menghadapi semakin beragamnya modus-modus baru dalam TPPO, kami meyakini pentingnya meningkatkan sharing best practices, knowledge dan upaya lintas bidang di tingkat nasional dan daerah," kata Yohana.