REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median) Rico Marbun menilai, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus adil soal larangan kampanye di lembaga pendidikan. Menurutnya, jangan sampai dibeda-bedakan sehingga ada lembaga pendidikan yang terkesan dibolehkan untuk berkampanye di sana dan ada yang dilarang.
"KPU dan Bawaslu itu harus adil. Kalau di universitas enggak boleh, maka pesantren juga enggak boleh. Masak yang ini dilarang, yang satu dibolehkan. Ceramah di depan santri dan di depan mahasiswa kan sama saja. Kenapa yang satu dilarang dan satu lagi boleh. Itu yang akan menjadi keributan," ujarnya kepada Republika.co.id, Senin (15/10).
Rico mengakui, lembaga pendidikan menjadi salah satu tempat yang tepat untuk menarik dan memengaruhi massa calon pemilih. Sebagian besar pemilih berasal dari kalangan anak muda, dan kebanyakan dari mereka berada di lembaga pendidikan.
"Sebagian besar pemilih itu adalah kelompok muda, dan itu ada di lembaga pendidikan. Dan menjadi salah satu tempat untuk memengaruhi pemilih. Sehingga banyak kandidat dan bahkan parpol-parpol berlomba-lomba mengeluarkan ide dan gagasan di sana," tukas dia.
Untuk kampus sendiri, menurut Rico, justru para mahasiswa harus diberikan pengetahuan dan pembelajaran soal politik sehingga tidak asing saat bicara tentang bidang tersebut. "Di luar negeri itu kadang diskusi debat kandidat itu di kampus. Merek tidak asing karena mereka juga bagian dari pemilih," tutur dia.
Menurut Rico, yang perlu menjadi perhatian bagi penyelenggara pemilu yaitu ketika ada upaya memobilisasi agar memilih atau memihak ke satu calon. "Tapi kalau mereka diajak berpikir nasib bangsa itu enggak ada masalah," kata dia.