Selasa 23 Oct 2018 08:41 WIB

RUU Pesantren Ada Usulan Pemisahan, Ini Kata Kemenag

RUU Pesantren diusulkan dipisahkan dengan Pendidikan Keagamaan.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Dr H Ahmad Zayadi MPd membuka Santri Writer Summit di Pusat Kebudayaan Jepang UI Depok, Sabtu (28/10).
Foto: Dok Santrinulis
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Dr H Ahmad Zayadi MPd membuka Santri Writer Summit di Pusat Kebudayaan Jepang UI Depok, Sabtu (28/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) masih menunggu rancangan undang-undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan dari DPR RI sampai di meja pemerintah. “RUU ini kan masih baru di Paripurnakan DPR sebagai inisiatif DPR. Selanjutnya, nanti oleh DPR akan disampaikan ke pemerintah,” kata Direktur Pendidikan Diniyah dan Pesantren Kemenag Ahmad Zayadi kepada Republika.co.id, Senin (22/10).

Karena itu, Zayadi belum bisa banyak berkomentar menanggapi usulan Lembaga Pengembangan Pesantren (LP2) PP Muhammadiyah untuk memisahkan RUU Pendidikan Keagamaan dan Pesantren. Melihat beberapa amanat ketika dibentuk pendidikan keagamaan, Zayadi mengatakan memang ada beberapa sekolah agama, seperti, seminari, sekolah minggu, pasraman untuk pendidikan keagamaan selain Islam. Sementara pendidikan keagamaan Islam bentuknya ada dua, pendidikan diniyah dan pesantren.

Baca Juga

Terkait usulan perlu tidaknya dipisahkan, Zayadi mengatakan harus memandang dari segi kebutuhan apanya. Sebab, prinsipnya RUU tersebut harus mengatur dan merekognisi semuanya. Karena itu, saat ini pemerintah masih menunggu draf DPR RI sampai di meja pemerintah.

Zayadi menjelaskan, pendidikan Islam memiliki dua jenis, yakni pesantren dan diniyah. Diniyah adalah pendidikan keagamaan pada jalur sekolah. Sementara pendidikan di pesantren mencakup keduanya.

Zayadi mengatakan RUU tersebut berupaya mengembalikan pesantren sebagai jati dirinya. Sebab, selama ini masyarakat mengenal pesantren sebagai lembaga pendidikan saja. Padahal asal-muasalnya, selain sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga sebagai lembaga keagamaan dan sosial kemasyarakatan. “Pengakuan pesantren sebagai lembaga pendidikan dan lembaga sosial kemasyarakatan itu, muncul di RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan ini,” ujar dia.

Selain itu, dia melanjutkan, RUU ini juga merupakan kebutuhan kalangan pesantren. Sebab, RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan ini bisa diartikan menghadirkan satu kesempatan praktik di pesantren direkognisi oleh negara. “Misalnya pengajian dan pengkajiannya, pendidiknya, apapun itu. Mungkin nanti bisa direkognisi negara melalui RUU itu,” kata dia.

Disinggung apakah RUU itu sudah mengakomodir semua kebutuhan pesantren dan pendidikan keagamaan, Zayadi mengatakan pemerintah perlu mendalami dahulu untuk menyusun draf inventarisasi untuk kemudian didalami bersama DPR RI. Sebelumnya, LP2 PP Muhammadiyah mengusulkan RUU tersebut idealnya tidak digabungkan. RUU Pendidikan Keagamaan idealnya dipisahkan dari RUU Pesantren.

Sekertaris LP2 PP Muhammadiyah Muhbib Abdul Wahab mengatakan RUU tentang pendidikan keagamaan sebaiknya berdiri sendiri karena mengundangkan penyelenggaraan pendidikan agama Islam, Kristen, Hindu, dan lainnya. Sementara, idealnya RUU tentang pesantren memberikan tiga kontribusi penting.

Pertama, regulasi yang memberdayakan sistem pendidikan pesantren. Dia memisalkan, ada standarisasi pesantren secara nasional. Kedua, apresiasi pengakuan para kiai dan ustaz oleh pemerintah dengan pemberian sertifikasi, serta pemberi tunjangan kesejahteraan.

Ketiga, sudah saatnya Kemenag melakukan akreditasi pesantren. Pemerintah dapat menyiapkan instrumen akreditasi yang memungkinkan pesantren dikelola dengan manajemen modern dan kepemimpinan transformasional serta efektif. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement