REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dan penjaga moral masyarakat, bisa menjadi pusat pemberdayaan masyarakat. Hal itu diungkapkan
Ketua PBNU, Robikin Emhas mengungkapkan komitmen NU dalam menjaga nilai kebangsaan dan keindonesiaan di tengah maraknya isu sektarian dan isu SARA yang kerap dijadikan amunisi untuk memecah belah bangsa.
"Kader NU harus siap menghadapi dinamika zaman, termasuk di era digital ini, kader NU wajib mengisinya dengan dakwah yang ramah, yang mempertahankan nilai-nilai kebangsaan," ujarnya.
Di tempat yang sama, Direktur Informasi, Komunikasi, Perekonomian dan Maritim (IKPM) Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), Septi Septriana Tangkary, dalam Pelatihan Literasi Digital yang digelar di Pondok Pesantren Darunnajah Al Mas'udiyah, Kota Denpasar, Bali.
"Pesantren selain pusat pendidikan juga bisa menjadi pusat pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, di bidang ekonomi, katalisator dan penggerak pembangunan umat. Melalui pemanfaatan media digital, pesantren bisa mendorong potensi ekonomi masyarakat," ungkapnya
Pemanfaatan media digital, menurut Septi, juga bisa diarahkan untuk jadi ruang promosi potensi wisata daerah, yang menginspirasi, serta konten positif lain yang bermanfaat untuk masyarakat dan bangsa Indonesia.
"Apalagi Bali sebagai daerah wisata. Pesantren bisa mengajak masyarakat untuk menampilkan sisi positif dari lingkungan masyarakat dan akan Bali," imbuhnya.
Septi juga berharap NU dan Ormas Keagamaan yang ada di Indonesia turut berperan mengedukasi masyarakat agar berhati-hati dalam bersosial media, agar tak terjebak hoax, fitnah dan ujaran kebencian.
"Santri dan para aktivis Ansor, Fatayat, Muslimat dan LTN NU, juga punya peran di sini, bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat agar bersosial media secara positif," ujarnya.