REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sekretaris Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik Piliang mengatakan, ada tujuh area rawan korupsi yang selama bisa menjadi jebakan untuk kepala daerah sehingga banyak yang berakhir dengan tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya kepala daerah sudah seyogyanya menghindari tujuh area rawan korupsi.
Area rawan korupsi itu adalah perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pajak dan retribusi, pengadaan barang dan jasa, hibah dan bansos, perjalan dinas, perizinan, dan mutasi.
"Kepala daerah punya banyak kewenangan dan otoritas yang harus diawasi. Karrna punya ruang kemungkinan terjadi," ujarnya dalam acara diskusi di Jakarta, Sabtu (27/10)
Diketahui, dalam dua pekan ini dua kepala daerah tertangkap tangan oleh KPK, yakni Bupati Bekasi Neneng Hasanah dan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra. Namun, lanjut dia, Kemendagri selalu memastikan bahwa pelayanan publik tidak terganggu atas ditangkapnya para kepala daerah dengan langsung menunjuk pelaksana tugas setelah kepala daerah ditahan oleh KPK.
"Kami pemerintah memastikan, proses pelayanan publik yang merupakan tanggung jawab daerah berjalan," kata Akmal.
Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra menjadi kepala daerah ke-100 dijerat KPK sejak lembaga antikorupsi itu berdiri hingga saat ini. Selama 2018 ini, Sunjaya merupakan kepala daerah ke-19 yang diproses KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT).
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyesalkan masih adanya kepala daerah yang terjerat korupsi. Menurut KPK, korupsi yang dilakukan kepala daerah telah merugikan masyarakat. Apalagi, sebagian kepala daerah, termasuk Sunjaya diduga menggunakan suap yang mereka terima untuk kepentingan kontestasi Pilkada.