Selasa 30 Oct 2018 17:16 WIB

Sebut Tentara Ottoman, Dhuafa di Kota Turki ini Gratis Makan

Tak ada aduan fakir miskin kelaparan di kota berpenduduk 28 ribu ini.

Restoran Merkez, Karakocan Turki
Foto: middleeasteye.net
Restoran Merkez, Karakocan Turki

REPUBLIKA.CO.ID, Di kota ini, Karakocan, 70 menit menuju utara dari pusat Provinsi Elazıg, Turki, beberapa tahun terakhir menarik perhatian publik lantaran hidupnya kembali tradisi menawarkan makanan gratis kepada mereka yang membutuhkan. 

Bagi penduduk setempat, adat adalah cara memenuhi tanggung jawab mereka untuk membantu yang kurang beruntung.

Sekitar 100 orang makan gratis setiap hari di restoran yang tersebar di seluruh kota, yang merupakan rumah bagi sekitar 28 ribu orang, menurut statistik resmi.

Menariknya restoran-restoran di kota ini, menghindari penggunaan kata fakir miskin bagi para pelanggan yang hendak menikmati santapan makan gratis di waktu-waktu makan.

Setiap pelanggan dhuafa cukup menyebutkan bahwa mereka bagian dari Divisi Keenam (boluk altar) militer Turki, lalu mereka bisa pergi begitu saja, gratis menyantap makanan.  

Dalam catatan warga, nama alti boluk memiliki keterkaitan dengan Dinasti Ottoman. Divisi ini mengacu pada Kapıkulu Suvarileri (juga dikenal sebagai divisi enam), yang merupakan kavaleri keluarga Sultan.

Anggota divisi ini konon tidak diizinkan untuk memiliki keluarga, menjalankan bisnis atau membangun ikatan emosional kepada siapa pun selain Sultan sendiri. 

Menurut Mehmet Ozturk Manajer Restoran Merkez, salah satu restoran tersibuk di kota ini, sejak 1940, restorannya menyiapkan tak kurang dari tiga meja yang disediakan untuk dhuafa. Pada hari tertentu, setidaknya 15 orang datang ke restorannya untuk menerima makanan gratis. 

Tiga meja tersebut tidak akan dia ganggu gugat, meski kondisi restoran sedang ramai. Restoran Merkez disebut sebagai restoran pertama yang memulai tradisi ini yang lantas diikuti restoran-restoran lain di Kota Karakocan.

“Orang miskin itu tak akan pernah kecewa datang,” kata dia seperti dilansir Middle East Eye, Senin (30/10).  

Tradisi ini pun bertahan hingga sekarang bahkan diperluas jangkauannya hingga hari libur Islam termasuk Idul Fitri, Idul Adha, dan sepanjang  Ramadhan.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement