REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengatakan, pembakaran bendera bertuliskan tauhid merupakan ciri tindakan masyarakat tidak beradab.
Jimly membandingkan dengan kondisi paham komunisme di Amerika Serikat. Di sana organisasi komunis masih ada, namun tidak dipermasalahkan lantaran masyarakat sudah tidak ada lagi yang ingin ikut paham tersebut.
"Ini ciri peradaban yang belum cerah. Di Amerika sampai sekarang partai komunis itu masih ada, cuma nggak laku, siapa lagi yang mau? Itu ideologi usang. (Sama dengan) Khilafah, itu teori abad ke-10, tidak ada lagi yang membeli itu," kata Jimly usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, Rabu.
Baca juga, Polisi tak Tahan Pembakar Bendera Tauhid di Garut.
Oleh karena itu, Jimly meminta kepada seluruh masyarakat Islam untuk tidak reaktif ketika menemui simbol menyerupai lambang organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang telah dibubarkan oleh Pemerintah.
Perbedaan pandangan di antara masyarakat merupakan kunci penting dalam membangun hidup berdemokrasi. "Jadi, hukum negara kita ini membangun pencerahan. Maka semua warga bangsa kita harapkan, biarlah berbeda-beda pendapat, tapi jangan saling bermusuhan. Sepanjang orang berbeda pendapat soal segala sesuatu, tidak apa-apa," tuturnya, menjelaskan.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah resmi dibubarkan Pemerintah pada 2017 karena tidak sesuai dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 sebagai pengganti UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
HTI dibubarkan karena ideologi yang diterapkan bertentangan dengan Pancasila, serta sejumlah kegiatannya menimbulkan kericuhan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan, ketertiban dan keutuhan NKRI