REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja organisasi keislaman di Malawi sempat mendapat sorotan tajam. Sebab, masih banyak persoalan yang melingkupi komunitas Muslim setempat.
Hal ini makin menuntut kontribusi lebih besar dari lembaga dan organisasi keagamaan yang ada di sana. Mereka berada di baris depan dalam upaya penuntasan masalah dan peningkatan kualitas hidup umat.
Malawi adalah negara berpenduduk mayoritas Nasrani. Umat Muslim hanya mencakup 36 persen dari populasi yang berjumlah 12 juta jiwa. Karena itulah, sulit mengharapkan bantuan dari pihak luar. Ini harus menjadi tanggung jawab bersama segenap umat, tokoh agama, dan organisasi keagamaan setempat.
Cukup banyak lembaga, yayasan, dan organisasi berbasis agama. Demikian pula masjid. Masing-masing memiliki program dan kegiatan keumatan. Namun pada kenyataannya, komunitas Muslim di negara yang terletak di selatan Afrika itu, belum sepenuhnya menikmati perbaikan kondisi. Terutama menyangkut pemenuhan kebutuhan rohani dan jasmani.
Beberapa indikasi bisa dilihat. Tidak sedikit sarana ibadah maupun pendidikan agama dalam kondisi memprihatinkan. Akibatnya, sulit difungsikan secara maksimal. Pun demikian halnya pada program pemberdayaan umat yang masih perlu dioptimalkan.
Situasi seperti ini mengundang keprihatinan Sidik Mia. Sosok yang pernah menjabat Menteri Transportasi yang juga penasihat pada Asosiasi Muslim Malawi (MAM). Sidik melontarkan kritik terbuka terhadap organisasi Islam yang dinilainya harus meningkatkan kinerja.
Menurutnya, umat sangat mengharapkan kepiawaian lembaga maupun organisasi yang ada dalam mendorong ide dan gagasan segar agar bisa mengubah keadaan. Terlebih dengan dana bantuan luar negeri yang diterima, semestinya mereka bisa berbuat secara lebih baik lagi. Bila tetap seperti sekarang, berarti ada masalah di sana. Harus dilakukan evaluasi lebih lanjut, kata dia.
Dikutip dari laman nationmw.net, Sidik Mia menengarai sebagian lembaga dan organisasi tidak menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan benar. Ia merujuk pada isu penyelewengan dana bantuan yang sempat merebak.
Bukan rahasia lagi, masalah itu pernah menjadi perhatian luas. Sebuah organisasi keislaman yang berbasis di London menuntut lembaga amal di Malawi atas tuduhan penyelewengan dana bantuan korban banjir tahun 2006. Kasusnya telah dilimpahkan ke pengadilan tinggi.
Selain itu, aspek profesionalitas tidak kalah mengkhawatirkan. Mereka masih dinilai lemah dalam manajerial, perencanaan, serta pengaplikasian program. Maka itu, Sidik meminta para pengelola organisasi untuk meningkatkan kualitas organisasi secara keseluruhan.
"Tentu kita tidak ingin lagi menyaksikan ada masjid yang kondisinya rusak berat, jadi dimulai dari hal-hal yang konkret dan bermanfaat bagi umat, ujar Sidik lagi.