Rabu 07 Nov 2018 21:28 WIB

Cina Bantah Kondisi HAM Memburuk

Cina mengatakan kamp untuk Muslim Uighur merupakan pusat kejuruan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Muslim Cina dari etnis Uighur (ilustrasi)
Foto: EPA/How Hwee Young
Muslim Cina dari etnis Uighur (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Cina menolak klaim kondisi hak asasi manusia di negaranya memburuk. Hal itu berkaitan dengan beberapa negara yang mengkritik kondisi HAM di Cina selama pertemuan universal periodic review Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss.

“Kami tidak akan menerima tuduhan politik dari beberapa negara yang penuh dengan bias, dengan mengabaikan fakta. Tidak ada negara yang akan menentukan definisi demokrasi dan HAM,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Cina Le Yucheng, dikutip laman The Guardian, Selasa (6/11).

Cina menilai, sejumlah negara anggota PBB sengaja mengabaikan pencapaian luar biasa yang telah dicapainya dalam bidang HAM. Selama pertemuan universal periodic review, cukup banyak negara anggota PBB yang melayangkan kritik keras terkait kondisi HAM di Cina. Adapun isu yang disorot antara lain perihal kebijakan Cina terhadap wilayah Xinjiang yang dihuni minoritas Muslim Uighur dan Tibet.

Terkait Xinjiang, delegasi Cina dalam pertemuan tersebut mengatakan kamp-kamp yang didirikan di wilayah tersebut bukanlah kamp pendidikan ulang yang bertujuan Muslim Uighur menanggalkan nilai-nilai religius yang dianutnya. Delegasi Cina mengklaim kamp itu merupakan pusat kejuruan yang menawarkan pelatihan gratis dalam bidang hukum, bahasa, dan keterampilan di tempat kerja. Mereka yang telah mengikuti pelatihan pun akan diberi ijazah.

Kendati demikian, hanya beberapa negara yang mengapresiasi kemajuan HAM di Cina. “Secara keseluruhan, kami prihatin tentang memburuknya HAM di Cina sejak (pertemuan) universal periodic review yang terakhir,” ungkap wakil permanen Kanada untuk PBB di Jenewa Tamara Mawhinney.   

Jerman secara tegas meminta Cina mengakhiri semua penahanan yang melanggar hukum di Xinjiang. Jepang dan Islandia pun menyuarakan keprihatinan tentang hak-hak kelompok minoritas di Xinjinag. Sejumlah negara mendesak Cina agar mengizinkan pengamat PBB ke Xinjiang.

Negara-negara lainnya, termasuk Amerika Serikat (AS) juga mendesak Cina membebaskan pengacara seperti Wang Quanzhang yang menghilang setelah penggerebekan polisi pada 2015, Tashi Wangchuk yang dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena mempromosikan bahasa Tibet, dan aktivis Uighur Ilham Tohti.

Selama pertemuan universal periodic review, terjadi aksi demonstrasi di luar kantor PBB di Jenewa. Aksi tersebut diorganisir oleh World Uyghur Congress dan lembaga swadaya masyarakat lainnya. Dalam aksinya massa menyuarakan penentangan terhadap kebijakan Cina di Xinjiang.

Sebelum pertemuan universal periodic review Dewan HAM PBB, Cina telah dihantam gelombang kritik terkait kebijakannya untuk wilayah Xinjiang. Beijing dituduh menjalankan kamp-kamp pendidikan ulang guna mengikis nilai-nilai religus Muslim Uighur di sana. Menurut kelompok HAM Human Rights Watch, terdapat sekitar satu juta Muslim Uighur di kamp tersebut.

Dalam laporan yang diterbitkannya, HRW pun menyebut Muslim Uighur menghadapi pembatasan aktivitas peribadahan dan indoktrinasi paksa oleh Pemerintah Cina. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo sempat menyatakan hal serupa dengan HRW. 

"Ratusan ribu dan mungkin jutaan orang Uighur ditahan di luar kehendak mereka di kamp-kamp pendidikan ulang di mana mereka dipaksa menjalani indoktrinasi politik yang berat dan pelanggaran berat lainnya," ujar Pompeo.

Namun semua tuduhan itu dibantah Cina. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang mengklaim langkah-langkah yang diterapkan di Xinjiang bertujuan mempromosikan stabilitas, pembangunan, persatuan, sekaligus menindak separatisme etnis dan kegiatan kriminal teroris yang kejam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement