REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan dia berencana untuk bertemu dengan pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un untuk yang kedua kalinya di awal tahun depan. Rencana itu disampaikan di tengah negosiasi program nuklir Pyongyang yang sempat terhenti.
Pernyataan itu muncul saat pertemuan antara Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan pejabat senior Korut di New York yang dijadwalkan pada Kamis (8/11) harus dibatalkan pada menit terakhir. Kim Yong-chol, mantan mata-mata dan penasihat senior Kim Jong-un, telah membatalkan perjalanan ke AS.
Menanggapi pembatalan itu, Trump mengatakan dia tidak terburu-buru untuk melanjutkan pembicaraan dengan Korut. "Kami akan bertemu...di lain hari. Tapi kami sangat senang dengan apa yang terjadi dengan Korea Utara. Kami pikir ini akan baik-baik saja. Kami tidak terburu-buru," tutur Trump.
Terlepas dari sikap optimistis Trump, langkah yang dilakukan oleh Kim Yong-chol itu tampaknya telah mengejutkan para pejabat AS. Pompeo mengatakan pertemuan itu akan fokus pada langkah substansial menuju denuklirisasi.
"Korea Utara tidak ingin membuang waktu dengan adanya tawar-menawar antara Trump dengan 'antek-antek'nya," ujar Vipin Narang, seorang profesor politik di Massachusetts Institute of Technology, dikutip The Guardian.
“Mereka hanya ingin mengadakan KTT dengan dia secara langsung. Kim Jong-un akan memiliki kesempatan terbaik untuk mendapatkan konsesi besar langsung dari Trump. Mereka mungkin benar," tambah dia.
Pengamat lain mengatakan, pembatalan perjalanan yang dilakukan Kim Yong-chol adalah sebuah taktik negosiasi. Pada Agustus lalu, Pompeo juga membatalkan perjalanannya ke Korut setelah Trump mengatakan tidak mungkin ada kemajuan.
"Meskipun sangat mengecewakan bahwa utusan Korea Utara gagal muncul untuk melakukan pembicaraan dengan AS, tetapi itu tidak mengejutkan," ungkap Jean Lee, kepala program Korea di Wilson Center.
Korut beberapa minggu ini telah mengeluhkan berlanjutnya sanksi AS. Pyongyang mengatakan konsesi kecil yang telah dibuat hingga saat ini harus menjamin pembatasan yang lebih sedikit.
Namun para pejabat AS telah berulang kali mengatakan sanksi hanya akan dicabut setelah denuklirisasi. “Saya ingin mencabut sanksi, tetapi mereka juga harus responsif. Ini adalah jalan dua arah,” kata Trump.