Sabtu 10 Nov 2018 05:26 WIB

Defisit Neraca Transaksi Berjalan yang Disebut Masih Aman

Defisit transaksi berjalan pada kuartal III 2018 sebesar 8,8 miliar dolar AS.

Rep: Iit Septyaningsih, Antara/ Red: Andri Saubani
Menko Perekonomian Darmin Nasution (tengah) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bergegas seusai mengikuti rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (31/10/2018).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Menko Perekonomian Darmin Nasution (tengah) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bergegas seusai mengikuti rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (31/10/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengumumkan, defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal III 2018 meningkat. Hal itu sejalan dengan menguatnya permintaan domestik.

Defisit transaksi berjalan pada kuartal III 2018 tercatat sebesar 8,8 miliar dolar AS atau 3,37 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan defisit pada kuartal sebelumnya sebesar 8,0 miliar dolar AS atau 3,02 persen PDB.

"Dengan perkembangan tersebut, secara kumulatif defisit neraca transaksi berjalan hingga triwulan III 2018 tercatat 2,86 persen dari PDB. Dengan begitu masih berada dalam batas aman," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman Zainal melalui siaran pers, Jumat, (9/11).

Peningkatan defisit neraca transaksi berjalan, kata dia, dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang dan meningkatnya defisit neraca jasa. Penurunan kinerja neraca perdagangan barang terutama dipengaruhi oleh meningkatnya defisit neraca perdagangan minyak dan gas (migas), sementara peningkatan surplus neraca perdagangan barang nonmigas relatif terbatas akibat tingginya impor karena kuatnya permintaan domestik.

Lebih lanjut, ia menjelaskan peningkatan defisit neraca perdagangan migas terjadi seiring meningkatnya impor minyak di tengah naiknya harga minyak dunia. Defisit neraca transaksi berjalan yang meningkat juga bersumber dari naiknya defisit neraca jasa, khususnya jasa transportasi, sejalan dengan peningkatan impor barang dan pelaksanaan kegiatan ibadah haji.

"Meski begitu, defisit neraca transaksi berjalan yang lebih besar tertahan oleh meningkatnya pertumbuhan ekspor produk manufaktur dan kenaikan surplus jasa perjalanan. Itu seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, antara lain terkait penyelenggaraan Asian Games di Jakarta dan Palembang," jelas Agusman.

Dirinya pun menyebutkan, transaksi modal dan finansial pada kuartal III 2018 mencatat surplus cukup besar. Itu sebagai cerminan masih tingginya kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian domestik.

Kemudian transaksi modal dan finansial pada kuartal III mencatat surplus 4,2 miliar dolar AS. Didukung oleh meningkatnya aliran masuk investasi langsung.

Selain itu, aliran dana asing pada instrumen Surat Berharga Negara dan pinjaman luar negeri korporasi juga kembali meningkat. Kendati demikian, surplus transaksi modal dan finansial tersebut belum cukup untuk membiayai defisit transaksi berjalan, sehingga Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2018 mengalami defisit sebesar 4,4 miliar dolar AS.

"Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir September 2018 menjadi sebesar 114,8 miliar dolar AS. Jumlah cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah serta berada di atas standar kecukupan internasional sebesar 3 bulan impor," tuturnya.

Ke depannya, kata Agusman, kinerja NPI diprakirakan membaik dan dapat terus menopang ketahanan sektor eksternal. "Koordinasi yang kuat dan langkah-langkah konkret yang telah ditempuh Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia untuk mendorong ekspor dan menurunkan impor diyakini akan berdampak positif dalam mengendalikan defisit transaksi berjalan tetap berada di bawah 3 persen," jelasnya.

Pada saat bersamaan, Bank Indonesia menyatakan akan terus mencermati perkembangan global yang dapat memengaruhi prospek NPI. Hal itu meliputi masih tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, volume perdagangan dunia yang cenderung menurun, dan kenaikan harga minyak dunia.

"Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan guna menjaga stabilitas perekonomian. Sekaligus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam mendorong kelanjutan reformasi struktural," tutur Agusman.

Baca juga

Respons pemerintah

Merespons defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal III 2018 yang meningkat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan efektivitas kebijakan pemerintah untuk mendorong ekspor dan mengurangi impor dapat mulai terlihat. Pemerintah pun yakin defisit transaksi berjalan pada triwulan IV-2018 dapat ditekan.

"Kita percaya beberapa kebijakan, dampaknya mulai efektif," kata Darmin di Jakarta, Jumat.

Darmin mengatakan, berbagai kebijakan untuk mendorong kinerja investasi dalam bidang pengolahan yang berbasis ekspor dan subtitusi impor serta pemanfaatan biodiesel (B20). Tujuannya, untuk mengurangi impor solar belum sepenuhnya tercatat pada defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan III-2018.

Namun, ia menyakini kebijakan tersebut akan memperlihatkan hasil pada akhir tahun. Sehingga, realisasi defisit neraca transaksi berjalan di triwulan IV-2018 dapat lebih rendah dari triwulan III-2018 yang tercatat sebesar 8,8 miliar dolar AS atau 3,37 persen terhadap PDB.

"Kalau defisit transaksi berjalan, persentase terhadap PDB di kuartal empat, semestinya menurun. Berapa angkanya? saya terus terang belum bisa bilang. Biasanya juga kuartal empat, tidak lebih dari kuartal sebelumnya," ujarnya.

Darmin juga menjelaskan, mengatasi persoalan transaksi berjalan bukan masalah yang mudah. Karena, menurutnya, hampir selama 40 tahun terakhir, lebih banyak tercatat defisit dibandingkan surplus, akibat terlalu banyak produk bahan baku, setengah jadi maupun modal yang harus diimpor.

Meski demikian, transaksi berjalan ini tidak mengalami defisit terlalu dalam dan menimbulkan persoalan serius. Alasannya, pemerintah maupun bank sentral masih bisa mengelola neraca modal dan keuangan agar tercatat surplus dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian.

"Jadi tergantung transaksi modal dan keuangan, karena sampai sekian tahun, surplus neraca modal dan keuangan selalu bisa menutupi. Kalau bisa menutup, tidak masalah. Kalau lebih, malah cadangan devisanya naik," ujarnya.

Untuk itu, pemerintah juga berupaya mengelola masuknya investasi dan modal ke Indonesia. Caranya, dengan melakukan revisi Daftar Negatif Investasi, membuat kebijakan untuk mempertahankan Devisa Hasil Ekspor serta memperbaiki fasilitas insentif perpajakan guna memperbaiki neraca pembayaran.

photo
Indonesia Surga Barang Impor Ilegal

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement