Selasa 20 Nov 2018 16:56 WIB

Ribuan Warga Berebut Gunungan Grebeg Mulud

Ada dua pasang gunungan yakni dua gunungan jalu dan dua gunungan estri yang diarak

Rep: Binti Sholikah/ Red: Andi Nur Aminah
Ribuan warga memadati Masjid Agung Solo untuk menyaksikan Kirab Gunungan dalam rangka Grebeg Mulud Be 1952 yang digelar oleh Keraton Solo, Selasa (20/11). Warga berebut gunungan yang berisi hasil bumi dan makanan untuk mencari berkah.
Foto: Republika/Binti sholikah
Ribuan warga memadati Masjid Agung Solo untuk menyaksikan Kirab Gunungan dalam rangka Grebeg Mulud Be 1952 yang digelar oleh Keraton Solo, Selasa (20/11). Warga berebut gunungan yang berisi hasil bumi dan makanan untuk mencari berkah.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Ribuan warga memadati Masjid Agung Solo, Selasa (20/11). Mereka menyaksikan kirab gunungan dalam Hajat Dalem Grebeg Mulu Be 1952 yang digelar Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Sejak pagi, para warga sudah berduyun-duyun datang ke Masjid Agung. Sejumlah pedagang juga terlihat menggelar lapak dagangan mereka untuk meraup rezeki.

Sekitar pukul 10.40 WIB, rombongan kirab mulai terlihat memasuki Masjid Agung. Mereka berangkat dari Sithinggil Keraton Solo. Rombongan kirab dipimpin oleh para pemain drum band. Setibanya di halaman masjid, mereka membentuk barisan di kanan kiri jalan masuk ke masjid.

Selanjutnya, rombongan para kerabat keraton terlihat memasuki halaman masjid kemudian masuk ke dalam masjid. Rombongan selanjutnya berupa gamelan keraton yang diusung para abdi dalem dimasukkan ke pendopo sebelah kanan masjid.

photo
Ribuan warga memadati Masjid Agung Solo untuk menyaksikan Kirab Gunungan dalam rangka Grebeg Mulud Be 1952 yang digelar oleh Keraton Solo, Selasa (20/11). Warga berebut gunungan yang berisi hasil bumi dan makanan untuk mencari berkah.

Di belakangnya, terlihat iring-iringan para abdi dalem membawa gunungan. Pada kirab ini, terdapat dua pasang gunungan masing-masing dua 'gunungan jalu' dan dua 'gunungan estri'. 'Gunungan jali' berisi hasil bumi seperti kacang panjang, kentang, terong, dan telur. Sedangkan 'gunungan estri' berisi makanan jadi seperti rengginang dan onde-onde.

Sepasang gunungan kemudian diletakkan di halaman sebelah kanan dan kiri masjid. Sambil menunggu doa dari dalam masjid, para warga sudah bersiap untuk meraih isi gunungan.

Selesai didoakan, sepasang gunungan dibawa kembali ke Keraton. Sepasang lainnya menjadi rebutan ribuan warga. Mereka berusaha meraih apa saja yang menjadi unsur gunungan tersebut. Tak sampai lima menit, isi gunungan sudah ludes. Namun, warga tetap berusaha meraih kayu-kayu dari bambu yang menjadi tangkai rengginang.

Sekitar lima menit kemudian para warga berebut sampai isi gunungan dan tangkainya habis, bambu pembawa gunungan diarak kembali menuju Keraton. Seorang warga, Kholik (33), mengaku sudah dua kali ini menyaksikan Grebeg Mulud di Masjid Agung Solo. Kali ini, dia datang bersama keluarganya sebanyak enam orang. Mereka berangkat dari Wonigiri sekitar pukul 08.00 WIB. "Tujuannya saya lihat-lihat dan untuk hiburan karena setahun cuma satu kali. Yang menarik gunungannya mau berebut hasil bumi," ujarnya.

Warga lainnya, Suyadi (50), mengaku beberapa kali menyaksikan Grebeg Mulud. Dia sengaja berangkat dari rumahnya di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, pada Senin (19/11) sore. Kemudian malamnya Suyadi menginap di rumah saudaranya di Sragen.

Setelah berdesak-desakan dengan warga lainnya, Suyadi akhirnya mendapatkan sepotong rengginang yang hampir remuk dan dua bilah potongan bambu. Dia mengaku ikut berebut mendapatkan isi gunungan agar hidupnya berkah. "Mudah-mudahan ayem dan biar besok hari kiamat mendapat syafaat Nabi Muhammad SAW," ujar pria yang sehari-hari berdagang dan bertani tersebut.

Ketua Takmir Masjid Agung Solo sekaligus Penghulu Tafsir Anom Keraton Solo, Muhtarom, mengatakan, Grebeg Mulud merupakan puncak kegiatan Sekaten dari Keraton Solo ke Masjid Agung. Sekaten telah digelar selama sepekan dengan mengeluarkan gamelan Sekaten. "Puncaknya pada hari ini dengan menggelar Hajat Dalem," ujar Muhtarom kepada wartawan seusai acara.

photo
Ribuan warga memadati Masjid Agung Solo untuk menyaksikan Kirab Gunungan dalam rangka Grebeg Mulud Be 1952 yang digelar oleh Keraton Solo, Selasa (20/11). Warga berebut gunungan yang berisi hasil bumi dan makanan untuk mencari berkah.

Muhtarom menjelaskan, gunungan tersebut memberikan makna, hidup di dunia terdiri atas dua jenis. Makanya ada 'gunungan jalu' dan 'gunungan estri'. 'Gunungan jalu' terdiri atas hasil bumi, artinya seorang laki-laki harus bekerja, dinamis, mencari penghidupan untuk keluarga. Hasil bumi terdiri dari polo kapendem, polo kasampar dan polo kagantung.

Polo kapendem artinya manusia harus tahu jadi dirinya yang berasal dari tanah nanti akan kembali ke tanah. Polo kasampar memiliki makna hidup ini harus dinamis, manusia harus mencari penghidupan di muka bumi untuk kebutuhan hidup di dunia. Polo kagantung artinya kehidupan tidak bisa lepas dari zat yang memberikan kehidupan. "Kita mencari penghidupan harus bergantung kepada yang memberikan kehidupan," imbuhnya.

Sementara 'gunungan estri' bentuknya makanan siap saji. Artinya seorang perempuan harus bisa memanajemen hasil kerja suami untuk kebutuhan hidup keluarganya. "Gunungan itu adalah sebuah wujud terima kasih Keraton kepada Allah melalui memberikan hasil bumi kepada masyarakat," ucapnya.

Dalam satu tahun, Keraton Solo menggelar beberapa kali grebeg. Antara lain Grebeg Syawal, Grebeg Besar dan Grebeg Mulud. Menurutnya, Grebeg Mulud yang paling ramai karena memang awalnya kegiatan Grebeg Mulud untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad. Baru kemudian Keraton menggelar grebeg lainnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement