REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Dosen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Elfi Anis, berhasil menciptakan beras analog untuk balita. Inovasi ini dipertegas dengan peluncuran produk beras label Elviza, baru-baru ini.
Elviza menerangkan, ide penciptaan inovasi beras ini bermula dari masalah jumlah penderita gizi buruk dan kurang gizi pada balita yang terus meningkat. Berdasarkan data yang dihimpun Pusat Data dan Informasi (PDI) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015, sebanyak 25 persen bayi hingga balita di Indonesia mengalami stunting. "Dan gangguan kesehatan lainnya akibat rendahnya kualitas gizi," kata Elfi.
Selain itu, PDI juga menunjukkan angka 30 persen balita di Indonesia mengalami Kurang Kalori Protein (KKP). Seperti diketahui, balita memiliki beberapa permasalahan pada masa pertumbuhan yang salah satunya tentang KKP.
Berangkat dari persoalan tersebut, Elfi berinovasi dengan beras analog tinggi protein. Ia berekspreimen dengan beras analog yang terbuat dari tepung tapioka, tepung kedelai, dan bayam hijau dan merah. Beras analog yang ia buat kaya akan protein karena dihasilkan dari kacang-kacangan seperti kedelai.
"Beras analog ini mengandung tepung kedelai yang tinggi protein. Itu yang membuat beras ini tidak hanya mengandung karbohidrat," papar Elfi.
Menurut dosen yang aktif melakukan riset pada lingkup pigmen ini, beras analog yang diberi label Elviza ini memiliki keunggulan lain yaitu tingkat antioksidan yang tinggi. Antioksidan, dijelaskan Elfi, merupakan senyawa yang dapat meningkatkan sistem imun dalam tubuh manusia. Hal tersebut sangat bermanfaat bagi balita pada masa pertumbuhan.
"Pigmen pada penelitian ini terbukti memiliki tingkat antioksidan yang sangat tinggi," imbuhnya melalui keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Kamis (22/11).
Sementara itu, pada beras analog, Elfi memilih pigmen yang terkandung pada sayuran. Sayuran dipilih karena banyak balita yang cenderung kurang mengkonsumsi sayuran.
Tak hanya itu, Elfi mengaku, beras analog ini tak hanya mengandung karbohidrat dan protein, tapi juga kandungan sehat lain yang ada pada sayur. "Saya memilih bayam sebagai tambahan komposisi untuk memanfaatkan pigmen yang ada pada bayam itu sendiri," jelasnya.
Tak hanya berinovasi pada beras analog, sebelumnya Elfi juga telah bereksperimen dengan minuman antioksidan yang memanfaatkan pigmen dari bunga mawar. Antosianin dari bunga mawar diketahui dapat mencegah penyakit ginjal dan juga hati. Hasil penelitian itu sudah dipublikasikan pada jurnal Internasional dan telah dipatenkan.
Menurut Elfi, produk-produk tersebut ditunjukkan untuk menyediakan pangan yang sehat bagi masyarakat. Kemudian juga untuk mengurangi penggunaan pewarna non-pangan berbahaya, seperti Rhodamin B, Amaranth, dan Pauncou. Oleh sebab itu, Elfi melakukan hilirisasi produk minuman antioksidan juga dengan label Elviza.
Selain Elviza, Elfi juga tengah mengembangkan produk pewarna alaminya dengan ragam warna yang diisolasi dari bahan alam Indonesia. “Produk pewarna alami saya tengah dikembangkan untuk memenuhi permintaan pengusaha batik ekspor asal Medan yang memiliki usaha batik di Malang,” tambah Elfi.
Mengenai sejumlah inovasi tersebut, Elfi menilai, saat ini pigmen dari bahan alam di Indonesia memang terbukti memiliki potensi yang tinggi untuk dimanfaatkan. Pigmen ternyata dapat digunakan sebagai produk pada pangan dan kosmetik. Selain itu, juga untuk obat herbal, kerajinan, batik, bahkan menjadi sumber listrik.