REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Populasi ibu kota Cina, Beijing tercatat menurun dalam 20 tahun belakangan. Catatan 2017 yang dirilis kantor berita Cina, Xinhua pada Kamis (22/11) malam, populasi penduduk tercatat sebanyak 21.707 orang.
"Sebelumnya terdapat 22 ribu populasi," kata pernyataan Kongres Rakyat Kota.
Jumlah penduduk di enam distrik kota mengalami penurunan sebanyak tiga persen dari 2016 hingga 2017. Pihak berwenang di Beijing sebelumnya telah melakukan upaya membatasi pertumbuhan penduduk. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan mengurangi kemacetan lalu lintas, kekurangan sumber daya dan mengontrol inflasi harga rumah.
Populasi Beijing telah meningkat dua pertiga sejak 1998. Sementara konsumsi energi meningkat lebih dari dua kali lipat. Jumlah kendaraan meningkat tiga kali lipat.
Angka-angka tersebut tercatat pada 2016. Pemerintah berupaya membatasi populasi sebanyak 23 juta orang di akhir dekade kali ini.
Beijing pun telah mengupayakan integrasi ekonomi dengan provinsi tetangga seperti Hebei dan Tianjin. Termasuk, mengizinkan beberapa universitas, departemen pemerintah dan perusahaan industri untuk pindah.
Beijing juga membentuk zona pengembangan baru di Xiongan, Hebei, guna mengambil sejumlah fungsi noncapital Beijing. Selain itu Beijing juga melakukan investasi besar-besaran pada jaringan tranportasi guna memudahkan para komuter jarak jauh.
Saat kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai berusaha untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, Cina secara keseluruhannya juga berusaha meningkatkan tingkat kelahiran. Tingkat kelahiran pada 2017 mengalami penurunan dan akan terus menurun pada tahun ini.
Sementara itu, menurut data yang diterbitkan tahun lalu oleh Asosiasi Jaminan Sosial China, sebuah penelitian kelompok, populasi lanjut usia (lansia) Cina diperkirakan akan mencapai 400 juta pada akhir 2035, naik dari sekitar 240 juta tahun ini. Hal itu membuat Cina menempatkan layanan kesehatan dan dana pensiun di bawah tekanan besar.