Kamis 29 Nov 2018 13:08 WIB

PP UU JPH tak Terbit, IHW: Sulit Jadi Pusat Industri Halal

Urgensi diterbitkan PP UU Nomor 33 Tahun 2014 untuk melaksanakan sistem jaminan halal

Rep: Ali Yusuf/ Red: EH Ismail
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Iksan Abdullah.
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Iksan Abdullah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Iksan Abdullah mengatakan peraturan pelaksana (PP) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Prodak Halal penting diterbitkan. Hal itu terkait pihak yang berhak mengerjakan sertifikasi halal bagi semua prodak yang digunakan masyarakat. Apalagi pemerintah memiliki Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai lembaga yang diberikan kewenangan untuk menerbitkan sertifikat halal. Seperti diketahui selama sertifikasi halal dikerjakan oleh LPPOMMUI.

"Seharusnya PP sudah terbit pada Oktober 2016 yang lalu," kata Iksan saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (29/11).

Iksan menjelaskan urgensi diterbitkan peraturan pelaksanaanya untuk melaksanakan sistem jaminan halal seperti tercantum dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Prodak Halal.

“Itu kan menjadi jelas mulai dari kewenangan dan fungsi kelembagaan dan sebagainya jadi tuntas dan jelas. Sebagai contoh sekarang ada BPJPH tapikan tidak berfungsi apa-apa karena tidak ada peraturan pelaksanaanya,” ujarnya.

Menurut Iksan, ketika peraturan pelaksanaanya tidak diterbitkan maka banyak yang terhambat pelaksanaannya salah satunya berimbas pada dunia usah dan industri. Seharusnya,  diterbitkannya Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Prodak Halal dapat memberikan dampak positif tehadap pergerakan industri halal di Indonesia. Karena peraturan pelaksanaanya tidak ada maka kata Iksan kita dalam menjalankan jaminan halal mengikuti ketentuan yang lama.

“Kalau peraturan pelaksanaanya ada tentu lebih cepat bergerak Indonesia menjadi pusat industri halal," tuturnya.

Iksan menambahkan, setiap RUU yang dijadikan Undang-undang perlu ada peraturan pelaksanannya. Selama ini kata dia sebuah peraturan pelaksan di undang-undang tidak menyebut berpa tahun peraturan pelaksannya harus diterbitkan. Akan tetapi di Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Prodak Halal dicantumkan normasnya bahwa dua tahu sejak uu ini diterbitkan.

"Ini yang menjadi persoalan. kalau tidak diterbitkan ini menjadi amanat, tapi kalau diterbitkan sudah kadaluarsa," katanya

Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana Kemenkumham mengingatkan, tidak menabrak ketentuan yang berlaku. Menurutnya ada tiga cara untuk membatalkan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tersebut.

"Bisa dengan cara diamandemen, dilakukan Judicial Review, dan Perpu, sedangkan yang paling ideal itu Judicial Review karena untuk Amandemen akan memakan waktu lama,dan untuk Perpu harus ada unsur daruratnya," katanya.

Sedangkan menurut Ahli Hukum Administrasi Negara FH UI, Harsanto Nursadi mengatakan, membuat UU itu lebih mudah dari pada membuat peraturan pelaksanaanya karena membuat UU hanya perlu lobi-lobi antar anggota DPR, sedangkan pembuatan PP ada banyak kepentingan yang bersentuhan antar kementrian.

"Kita cukup mendorong kepada kementrian terkait agar PP tetap dikeluarkan, karena jika menggunakan cara lain akan menyita banyak waktu apalagi di tahun politik sepeti ini di khawatirkan menimbulkan efek yang kurang bagus," kata Harisanto

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement