Kamis 29 Nov 2018 20:49 WIB

Komnas HAM: Aplikasi Pakem Berpotensi Memecah Belah

Sudah sepantasnya jika aplikasi tersebut ditolak oleh sejumlah pihak.

Rep: Muhyiddin/ Red: Esthi Maharani
Komnas HAM
Foto: [ist]
Komnas HAM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta telah meluncurkan aplikasi Smart Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Smart Pakem) pada Jumat (23/11) lalu. Aplikasi ini nantinya bisa dimanfaatkan warga Jakarta untuk melaporkan ormas atau aliran kepercayaan yang dianggap menyimpang.

Menanggapi hal itu, Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan bahwa aplikasi Pakem tersebut berpotensi memecah belah masyarakat, sehingga memang sudah sepantasnya jika aplikasi tersebut ditolak oleh sejumlah pihak.

"Aplikasi tersebut berpotensi memecah belah masyarakat, negara dan aparat hukum yang seharusnya melindungi hak konstitusi warga malah bertindak sebaliknya, sehingga aplikasi itu memang seharusnya di tolak," ujar Beka di Jakarta, Kamis (29/11).

Dia mengatakan, Komnas HAM sendiri meminta agar Kejati DKI Jakarta memenghapuskan aplikasi tersebut. Menurut dia, pihaknya dalam waktu dekat ini akan mengkomunikasikan soal aplikasi yang menuai pro dan kontra tersebut dengan Kejati DKI.

"Komnas HAM meminta aplikasi tersebut diturunkan atau bahkan dihapuskan," katanya.

Seperti diketahui, setelah diluncurkan oleh Kejati DKI Jakarta, Aplikasi Pakem menuai penolakan di masyarakat. Antara lain Yayasan Lembaga Bimbingan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang menganggap pengunaan aplikasi yang dilengkapi fitur diantaranya fatwa MUI, aliran keagamaan, aliran kepercayaan, ormas, informasi, dan laporan pengaduan harus ditolak.

YLBHI dan PSI juga secara terang-terangan meminta pembatalan aplikasi itu karena berpotensi memicu peningkatan konflik di tengah masyarakat dan berdampak tindakan persekusi di masyarakat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement