REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada Bupati Bener Meriah Ahmadi. Penyuap Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf itu juga didenda Rp100 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Ketua Majelis Hakim I Made Sudani menilai, Ahmadi telah terbukti secara sah melakukan praktik korupsi dalam kasus suap penggunaan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Ahmadi dinilai terbukti melakukan pemberian uang agar Irwandi Yusuf mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Aceh memberikan persetujuan terkait usulan Ahmadi, supaya kontraktor dari Kabupaten Bener Meriah dapat mengerjakan program pembangunan yang bersumber dari DOKA Tahun 2018 di Bener Meriah.
"Mengadili, satu menyatakan bahwa terdakwa Ahmadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut," kata Ketua Majelis Hakim I Made di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (3/12).
Selain divonis tiga tahun penjara, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan, yakni pencabutan hak politik. "Pencabutan hak politik selama dua tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok," ujar Hakim I Made.
Adapun, dalam pertimbangan Majelis Hakim, hal yang memberatkan yakni perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Sedangkan, hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama menjalani persidangan dan tidak pernah menjalani proses hukum.
Putusan Majelis Hakim ini lebih rendah dibandingkan Jaksa Penuntut KPK dengan hukuman pidana empat tahun penjara dengan denda Rp 250 juta serta subsidair enam bulan kurungan bui.
Atas perbuatannya, hakim menilai Ahmadi telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHP.
KPK sebelumnya menemukan indikasi bancakan yang dilakukan oleh Irwandi dan oknum pejabat di Aceh, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota terhadap DOK Aceh tahun anggaran 2018. Lembaga antirasuah itu juga telah menahan Gubernur Aceh non aktif Irwandi Yusuf dan ajudannya Hendri Yuzal, Bupati Bener Meriah non aktif Ahmadi serta seorang pengusaha T Saiful Bahri.
Dari temuan awal, KPK menduga setiap anggaran untuk proyek yang dibiaya dari DOK Aceh dipotong 10 persen, 8 persen untuk pejabat di tingkat provinsi, dan 2 persen di tingkat kabupaten/kota. Pada tahun ini, Aceh mendapat alokasi dana otsus sebesar Rp 8,03 triliun. Pemberian dana otsus ini tertuang dalam UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018.
KPK menjerat Irwandi, Hendri dan Syaiful sebagai penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara untuk gratifikasi, Irwandi dijerat kasus dugaan gratifikasi terkait proyek pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang tahun anggaran 2006-2011. KPK menduga, Irwandi selaku Gubernur Aceh periode 2007-2012 telah menerima gratifikasi senilai total Rp 32 miliar. Gratifikasi tersebut tidak dilaporkan Irwandi kepada KPK selama 30 hari.