REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Festival Nusantara Marandang sukses digelar pada Ahad (2/12) di Parkir Timur Senayan, Jakarta. Acara ini dimeriahkan dengan pertunjukan memasak randang (rendang) , pemecahan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan kreasi masakan randang terbanyak, hingga lomba memasak randang oleh perwakilan dari seluruh provinsi di Indonesia. Namun ada tujuan khusus di balik penyelenggaraan acara yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi Sumatra Barat ini, yakni pengenalan filsafat randang kepada masyarakat umum.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengungkapkan bahwa randang sejatinya adalah istilah proses memasak. Marandang merupakan proses mengolah daging sapi atau kerbang dengan campuran santan dan bumbu sesuai takarannya selama berjam-jam hingga mencapai 'randang'. Tahapan yang dinamai randang sendiri melewati tingkat 'gulai' dan 'kalio'.
Baca juga, Memasak Rendang Terbanyak di FNM Pecahkan Rekor MURI
"Randang bukan sekadar makanan, namun ada proses adat dan budaya di tengah masyarakat Minang," jelas Irwan, Ahad (2/12).
Menurut Irwan, randang sendiri disajikan pada nyaris seluruh acara adat yang ada di Tanah Minang. Proses adat pun sudah dimulai sejak sapi atau kerbau disembelih hingga disajikan dalam proses makan bajamba atau makan bersama-sama di rumah gadang. Dalam komposisi randang sendiri, ternyata tergambar pula struktur kemasyarakatan yang ada di Minangkabau. Irwan menyebutkan, daging sapi atau kerbau melambangkan ninik mamak, bumbu sebagai simbol cadiak pandai (cerdik pandai), dan santan kelapa menggambarkan ulama.
"Nah yang masak bundo kanduang," katanya.
Baca juga, Cara Rendang Menyatukan Perbedaan
Nyatanya, randang kemudian dikenal luas oleh masyarakat Indonesia hingga luar negeri. Bahkan selama empat tahun berturut-turut dinobatkan sabagai masakan terlezat di dunia oleh sebuah kantor berita internasional. Irwan menyebutkan, semakin dikenalnya randang di kancah internasional justru mendorong Pemprov Sumbar untuk menjadikan randang sebagai olahan kuliner milik Indonesia. Artinya, masyarakat Indonesia diberi pemahaman yang sama tentang filsafat di baliknya, cara mengolahnya, hingga diberi peluang kerja sama bisnis kuliner.
"Kami bawa puluhan UMKM yang produksi randang di Sumbar ke Jakarta. Sehingga (randang) ini kan milik Indonesia. Meng-Indonesia-kan randang. Nilai ekonomi juga bisa dirasakan oleh seluruh Indonesia," kata Irwan.