REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Tarif Trans Patriot diusulkan berbeda untuk umum dan pelajar. Humas Perusahaan Daerah Mitra Patriot (PDMP) Iqbal Daut, mengatakan hal itu didasarkan dari rapat koordinasi yang digelar pada Senin (3/12).
Iqbal menjelaskan, tarif umum sebesar Rp 3.500 jauh dekat sedangkan khusus pelajar dan mahasiswa sekitar Rp 2.000. Besaran tarif itu berdasarkan rumusan dalam rapat yang digelar antara PDMP selaku pengelola Trans Patriot bersama Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bekasi, Badan Pengelolaan, Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Bagian Hukum, serta pihak konsultan.
“Bagian Humas Pemkot sudah menyampaikan usulan itu kepada Wali Kota. Selanjutnya tinggal menunggu keputusan,” kata Iqbal saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (4/12).
Iqbal mengatakan, hingga sore ini belum ada tanda-tanda akan diputuskan oleh Wali Kota. Sebab, hingga kini pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi masih melaksanakan rapat internal. Sementara PDMP sebagai pengelola tidak dilibatkan dalam rapat tersebut.
Ganjil-Genap di Tol Tambun Arah Jakarta Mulai Berlaku
Menurut dia, PDMP sebagai pengelola siap untuk melaksanakan segala keputusan Pemkot Bekasi dalam hal pengenaan tarif. Namun, untuk sementara waktu seluruh armada Bus Trans Patriot belum bisa melayani pembayaran secara non tunai.
Seperti diketahui, pengenaan tarif Bus Trans Patriot direncanakan mulai diterapkan pada hari Rabu (4/12). Hal itu mundur dari rencana sebelumnya mulai hari Senin (3/12). “Ya kalau Wali Kota ternyata sore ini berarti besok sudah bisa dilakukan pemberlakuan tarif,” ujarnya.
Sebelumnya, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menjelaskan, tarif Bus Trans Patriot tidak boleh memberatkan masyarakat Kota Bekasi sebagai pengguna. Menurutnya, pada rencana awal Pemkot Bekasi mengalokasikan subsidi satu tiket sebesar Rp 3.500. Namun, lanjut dia, pihaknya tak bisa mengalokasikan terus menerus untuk mensubsidi tarif. “Lama-lama itu tidak bisa disubsidi,” ujarnya.
Dirinya pun secara khusus mengimbau segenap aparatur sipil daerah untuk menggunakan Trans Patriot. Imbauan itu, lanjut dia, berkaca dari negara-negara lain dimana pegawai pemerintahan menggunakan transportasi umum miliki daerah.