REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Polisi anti-huru hara Prancis menembakkan gas air mata dan terlibat bentrok dengan demonstran "rompi kuning" di pusat kota Paris pada Sabtu (8/12). Pihak berwenang mengatakan 575 orang demonstran telah digeledah dan ditangkap, tetapi telah dibebaskan kembali.
Sementara 361 orang lainnya masih tetap ditahan setelah polisi menemukan senjata seperti palu, tongkat bisbol, hingga bola logam.
Ratusan pengunjuk rasa berdesakan di sekitar monumen Arc de Triomphe, yang telah dirusak dengan grafiti anti-Macron pekan lalu. Para demonstran juga membakar puluhan mobil dan menjarah toko-toko dalam kerusuhan terburuk di Paris sejak Mei 1968.
Seorang juru bicara polisi mengatakan kepada wartawan, ada sekitar 1.500 pengunjuk rasa di jalan Champs Elysees. Sekelompok besar orang berkumpul di area lain dan menuju ke timur Paris. Beberapa dari mereka memblokir sementara jalan lingkar yang mengelilingi pusat kota Paris.
"Kami naik kereta selama 11 jam hanya untuk memprotes hari ini. Kami merasa dicemooh oleh para teknokrat yang mengatur kami," kata Gilles Noblet, seorang demonstran dari wilayah Ariege.
Baca juga, Menara Eifel Ditutup Jelang Protes Susulan.
Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe meminta demonstran untuk menahan diri. "Kami akan melakukan semua yang kami bisa sehingga hari ini bisa menjadi hari tanpa kekerasan, sehingga dialog yang kami mulai minggu ini dapat berlanjut dalam keadaan baik," kata dia di televisi Prancis.
Pada Selasa (4/12), Philippe mengumumkan bahwa Pemerintah Prancis telah menangguhkan kenaikan pajak bahan bakar setidaknya selama enam bulan untuk membantu meredakan protes yang telah berlangsung selama berminggu-minggu. Sekitar 89 ribu polisi telah dikerahkan di seluruh Prancis, sekitar 8.000 di antaranya dikerahkan di Paris.
"Kami telah menyiapkan aksi tanggapan yang kuat," ujar Menteri Dalam Negeri Prancis Christophe Castaner. Dia meminta para pengunjuk rasa untuk tidak terlibat dalam aksi kerusuhan.
"Para pembuat onar hanya bisa beraksi ketika mereka menyamar sebagai demonstran rompi kuning. Kekerasan bukanlah cara yang baik untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan. Sekarang saatnya untuk diskusi," kata dia.
Para pengunjuk rasa yang merencanakan demonstrasi dengan menggunakan media sosial itu mengatakan unjuk rasa di akhir pekan ini adalah aksi "Babak IV" untuk memprotes Presiden Prancis Emmanuel Macron dan kebijakannya.
"Kami datang ke sini untuk pawai damai, bukan untuk menghancurkan sesuatu. Kami ingin kesetaraan, kami ingin hidup, bukan bertahan hidup," kata Guillaume Le Grac (28 tahun) yang bekerja di sebuah rumah jagal di Kota Guingamp di Britanny.
Kelompok-kelompok kecil polisi anti huru hara bergerak cepat di antara para pengunjuk rasa. Mereka menangkap siapa pun yang mencoba merusak toko-toko atau fasilitas umum. Kota Paris tampak seperti kota hantu. Museum-museum dan toko serba ada yang seharusnya meriah menjelang Natal, terpaksa tutup.
Wisatawan hanya sedikit dan warga disarankan untuk tinggal di rumah jika keadaan memungkinkan. Jalan-jalan ditutup untuk lalu lintas, sementara Menara Eiffel dan museum-museum terkenal di dunia seperti Musee d'Orsay, Centre Pompidou, dan Louvre juga ditutup.
"Turis agak bingung - tidak ada kereta bawah tanah, tidak ada tempat belanja, tidak ada museum ... tetapi mereka tampaknya menerimanya dengan tenang," kata resepsionis sebuah hotel, Pascal, yang menolak memberi tahu nama belakangnya.