REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap penanganan putusan perkara perdata yang sedang diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang menjerat hakim dan panitera. Pada Selasa (11/12), dari enam orang saksi yang dipanggil hanya empat saksi yang hadir.
"Penyidik hari ini memeriksa empat dari enam saksi yang dijadwalkan untuk tersangka IW. Kepada saksi, penyidik mendalami peran para tersangka hakim PN Jakarta Selatan terkait proses sidang gugatan perdata yang ditanganinya," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (11/12).
Penyidik, sambung Febri, juga mendalami terkait proses penerimaan dana dari para pihak kepada para hakim tersebut. Dalam kasus ini KPK menetapkan lima tersangka yakni diduga sebagai penerima: Iswahyu Widodo, Hakim PN Jakarta SeIatan (Ketua Majelis Hakim); Irwan, Hakim PN Jakarta Selatan; Muhammad Ramadhan Panitera Penggati PN Jakarta Timur. Dan diduga sebagai pemberi yakni Arif Fitrawan, Advokat; Martin P. Silitonga, Swasta yang saat ini sedang dalam penahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan atas dugaan pelanggaran pidana umum.
Dua hakim dan panitera tersebut diduga menerima suap sebesar ratusan ribu dolar Singapura dari Advokat Arif Fitrawan dan Martin P Silitonga. Diduga, pemberian suap itu terkait dengan penanganan perkara perdata di PN Jaksel dengan penggugat Isrulah Achmad dan tergugat Williem JV Dongen dan turut tergugat PT Asia Pacific Mining Resources. Gugatan perdata ini terkait pembatalan perjanjian akuisisi PT CLM (PT Citra Lampia Mandiri) oleh PT APMR di PN Jaksel. Gugatan ini didaftarkan pada 26 Maret 2018.
Selama proses persidangan, diindikasikan pihak penggugat melakukan komunikasi dengan MR panitera pengganti PN Jaktim sebagai pihak yang diduga sebagai perantara terhadap majelis hakim yang menangani perkara di PN Jakarta Selatan. Advokat Arif Fitrawan, diduga menitipkan uang 47 ribu dolar Singapura atau setara Rp 500 juta ke Muhammad Ramadhan untuk diserahkan kepada majelis hakim.
Diduga sebelumnya majelis hakim juga telah menerima uang sebesar Rp 150 juta dari Arif Fitawan melalui Muhammad Ramadhan untuk mempengaruhi putusan sela. Dan agar tidak diputus N.O yang dibacakan pada bulan Agustus 2018 dan disepakati akan menerima lagi sebesar Rp 500 juta untuk putusan akhir.