REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Pesisir Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan perbatasan merupakan zona rawan penyelundupan komoditas pertanian. Zona ini menjadi fokus Badan Karantina Pertanian (Barantan) dalam pengawasan jelang hari raya Natal 2018 dan Tahun Baru 2019, selain di pos lintas batas negara.
Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Banun Harpini mengatakan, upaya penyelundupan komoditas pertanian yang tidak terjamin kesehatan dan keamanannya bukah hanya berbahaya dari ancaman potensi masuknya hama penyakit hewan dan tumbuhan, tetapi juga berbahaya bagi kesehatan masyarakat akibat mengkonsumsinya.
"Ini tugas yang kita emban dengan bekerjasama dengan aparat keamanan baik Polri, TNI AD dan TNI AL," katanya saat memberikan arahan kepada tim Kepatuhan Karantina Pertanian yang diberangkatkan untuk operasi patuh Karantina ke zona rawan di perairan Kepulauan Riau, Kamis (13/12).
Selain ancaman kesehatan, Banun menyatakan komoditas pertanian ilegal juga dapat menyebabkan over surplus di pasaran sehingga hasil produk pertanian tidak terserap pasar sementara petani menderita kerugian. Barantan pun melakukan peningkatan pengawasan lalu lintas produk pertanian di tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran.
Saat ini Barantan memiliki 52 unit pelaksana teknis di 334 titik pelabuhan laut, kantor pos, bandar udara dan pelabuhan penyeberangan yang menjadi lokus tindakan karantina pertanian. Sebanyak 14 unit pelaksana teknis diantaranya mengawasi 51 pos lintas batas negara berbatasan darat dan 35 pos lintas batas negara berbatasan laut.
Semakin tingginya frekuensi lalu lintas media pembawa hama dan penyakit hewan karantina (HPHK) dan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dan perdagangan komoditas pertanian, meningkatkan risiko masuknya penyakit hewan maupun tumbuhan ke Indonesia. Barantan menggandeng instansi terkait dalam pengawasan dengan Bareskrim POLRI, TNI AD dan TNI AL yang tertuang dalam Perjanjian Kerjasama untuk bersama-sama menjaga Negara Indonesia dalam pengawasan komoditas ilegal yang masuk ke Indonesia.
Berdasarkan data dari Pusat Kepatuhan, Kerjasama dan Informasi Perkarantinaan (PusKKIP) empat tahun terakhir, total komoditas pertanian yang dapat ditegah sebanyak 8.701 ton komoditas pertanian dari 216 kasus. Ini menjadi yang tertinggi selama empat tahun terakhir jika dibandingkan kisaran pemusnahan pangan ilegal selama tahun 2015 sampai dengan 2017 dengan kisaran 522 sampai dengan 852 kali.
Wilayah tegahan lebih banyak ditemukan di wilayah-wilayah zona rawan Sumatera bagian Timur yang berbatasan langsung dengan Thailand, Malaysia dan Singapura serta wilayah perbatasan darat dengan Negara Bagian Sarawak dan Sabah.
Berbagai komoditas pangan tegahan antara lain bawang merah, daging, telur, unggas, wortel dan beras. Selain itu Tanaman dan Satwa Liar (TSL) yang diselundupkan dari dan ke Malaysia sangat meningkat frekuensi dan volumenya selama dua tahun terakhir.
"Antisipasi penyakit flu burung, pemerintah telah membuat pelarangan lalulintas unggas dari Malaysia, karena status outbreak flu burung yang masih ditetapkan Organisasi Hewan Dunia (OIE)," katanya.
Ia menambahkan, pengalaman buruk terkena wabah flu burung belum hilang dari ingatan. Kerugian peternak akibat pemusnahan massal sebesar Rp 4,1 triliun pada 2004 - 2007. Belum lagi upaya dan biaya yang dikeluarkan pemerintah hingga Indonesia dinyatakan bebas flu burung di tahun 2012 menjadikan Barantan terus perkuat pengawasan lalu lintas komoditas pertanian dan juga perlindungan plasma nutfah.
Dari data yang di dapatkan, teridentifikasi lalu lintas TSL banyak dari Pulau Batam dan sekitarnya. Untuk itu, Patroli Bersama kali ini dilakukan sebagai salah satu implementasi perjanjian kerjasama Barantan dengan POLRI dan TNI AL di wilayah Kepulauan Riau. Patroli melibatkan 30 personil dari PusKKIP Barantan, Karantina Tanjung Pinang, Tanjung Balai Karimun dan Batam serta Polres Kepri, dan LANTAMAL IV Tanjung Pinang.
"Jangan pernah bermimpi untuk dapat menjadi lumbung pangan dunia, jika tidak dapat menjaga kesehatan dan keamanan hewan dan tumbuhan kita," tutur Banun.