Sabtu 15 Dec 2018 22:49 WIB

Karya Sastra Redam Budaya Kekerasan

Karya sastra selalu dibuat untuk memberi pesan.

Ilustrasi
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar sastra Profesor Doktor Nani Solihati mengatakan karya sastra dapat menginspirasi perilaku dan pola pikir manusia. Sastra juga bisa menjadi formula tepat dalam meredam budaya kekerasan di masyarakat.

"Tidak ada satu pun karya sastra yang tanpa makna. Karya sastra selalu dibuat untuk memberi pesan dan merupakan formula tepat dalam pembentukan karakter bangsa," katanya dalam pengukuhannya sebagai guru besar bidang Ilmu Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) di Jakarta, Sabtu (15/12).

Dalam konsep pendidikan karakter yang disampaikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, disebutkan karakter yang diinginkan itu antara lain religius, jujur, toleran, demokratis, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, punya rasa ingin tahu, menghargai prestasi, cinta damai, tanggung jawab, peduli sosial dan lingkungan, hingga cinta Tanah Air.

Menurut dia, perlu ada reposisi sastra dalam pembentukan karakter, seperti yang diinginkan, yaitu menggencarkan karya sastra yang memberi manfaat, bukan sekadar memberi pengalaman yang menghibur kepada penikmatnya. "Karya sastra diharapkan bisa mengubah perilaku masyarakat yang negatif, seperti suka kekerasan, beringas, mudah marah, menjadi cinta damai, pemaaf, santun, penyabar, dan perilaku baik lainnya," katanya menyikapi banyaknya peristiwa kekerasan di tengah masyarakat.

Karya sastra, menurut dia, jangan hanya bergerak di ranah kognitif atau aspek pengetahuan belaka, namun harus mampu dibawa ke arah psikomotorik dan afektif, yang menyentuh emosi. Ia juga menyoroti karya sastra yang ditulis pada masa kini, yang haruslah menyesuaikan zaman dari sisi paradigma, gaya ucap atau pola ekspresinya sehingga akan lebih diterima, seperti karya Tere Liye, Habiburrahman El-Shirazi, Aan Mansur, Bernard Batubara, atau Faisal Odang.

Di sisi lain, ia juga menyayangkan masih rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, yang menurut penelitian World's Most Literate Nations, menempati peringkat 60 dari 61 negara yang diteliti. "Ini tentu menjadi hambatan, karena karya sastra lebih efektif menginspirasi masyarakat yang memiliki minat baca tinggi," katanya.

Pada zaman milenial ini, menurut dia, karya sastra semakin melimpah. Karya sastra tidak hanya bisa dinikmati melalui buku seperti pada masa lalu, tetapi juga melalui internet.

"Sastra digital berkembang pesat ditandai anak-anak muda yang membaca buku  melalui aplikasi semacam Wattpad," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement