REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DN PIM) menyampaikan salah satu masalah serius Bangsa Indonesia dewasa ini adalah adanya fenomena terkoyaknya kohesi sosial dalam masyarakat. Hal ini ditandai dengan berkembangnya rasa saling tidak percaya, tidak menghormati, curiga dan mencermati antara kelompok dalam masyarakat.
Wakil Ketua Umum DN PIM R Siti Zuhro mengatakan, ada empat elemen yang tidak dapat dipisahkan terkait munculnya disharmoni yang mengarah kepada konflik sosial. Keempat elemen ini secara garis besar merupakan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). Di antaranya kesetaraan tanpa adanya diskriminasi, harkat dan martabat dijunjung tinggi, komitmen untuk berpartisipasi, dan kebebasan individu terkait pengembangan diri.
"Keempat hal tersebut saling terkait dan saling tergantung satu sama lain, karena itu untuk mewujudkan kohesi sosial yang didasari oleh kesejahteraan masyarakat diperlukan keseimbangan akan empat unsur tersebut," kata Siti kepada Republika.co.id, saat konferensi pers refleksi akhir tahun DN PIM di Kantor CDCC/ DN PIM, Kamis (27/12).
Siti menerangkan, terkoyaknya kohesi sosial dalam masyarakat Indonesia dapat diatasi oleh pemangku amanat. Caranya, pemangku amanat menunjukkan kapasitas dan komitmennya sebagai pencipta solidaritas (solidarity maker).
Dia juga mengingatkan, kehidupan Bangsa Indonesia yang majemuk atas dasar agama, suku, bahasa dan budaya seyogyanya mencerminkan prinsip Bhineka Tunggal Ika. Namun, pada kenyataannya keluarga besar bangsa terjebak ke dalam egosentrisme atau primordialisme dalam keagamaan, kesukuan, kepentingan politik sempit dan kepentingan bisnis.
"Selain itu kesenjangan sosial ekonomi, lebarnya jurang antara yang kaya dan miskin dan rendahnya kadar empati dan solidaritas sosial membawa dampak sistemik terhadap integrasi dan integritas bangsa," ujarnya.
Siti menegaskan, hal tersebut diperburuk oleh rendahnya derajat kepastian dan keadilan hukum, menurunnya nilai keadaban publik, hilangnya kejujuran, merajalelanya buta aksara moral dan rendahnya daya saing bangsa. Keadaan tersebut pada akhirnya membawa Bangsa Indonesia kepada suatu keadaan retaknya kebangsaan Indonesia.