Sabtu 29 Dec 2018 06:14 WIB

Gunung Anak Krakatau Meletus Setiap Menit

Anak Krakatau di Indonesia secara dramatis lebih kecil usai erupsi akhir pekan lalu.

Rep: Haura Hafizah/ Red: Andi Nur Aminah
Foto radar satelit Gunung Anak Krakatau saat terjadi erupsi pada 22 Desember 2018 kemarin.
Foto: Time
Foto radar satelit Gunung Anak Krakatau saat terjadi erupsi pada 22 Desember 2018 kemarin.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTEN -- Gunung berapi Anak Krakatau yang memicu tsunami dahsyat menewaskan lebih dari 400 orang. Pihak berwenang mendesak penduduk untuk menjauh dari pantai karena takut akan gelombang mematikan lainnya.

Gunung Anak Krakatau memancarkan kolom abu yang mencapai lebih dari satu mil ke atas, menyebabkan semua penerbangan di sekitar gunung berapi dialihkan. Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menerapkan zona pengecualian tiga mil dan meningkatkan tingkat siaga dari dua menjadi tiga karena aktivitas gunung berapi yang meningkat yang jumlahnya hampir mencapai satu letusan per menit.

Baca Juga

Letusan, serta cuaca hujan, laut lepas, visibilitas yang buruk dari awan abu, semuanya menghambat upaya untuk menilai kemungkinan tsunami lain. Kondisi ini juga membuat penyelamat sulit mencapai daerah yang paling parah dilanda.

Sebelumnya, data radar dari satelit, yang dikonversi menjadi gambar, menunjukkan bahwa gunung berapi Anak Krakatau di Indonesia secara dramatis lebih kecil setelah letusan akhir pekan yang memicu tsunami yang mematikan. Foto satelit tidak tersedia karena tutupan awan. Tetapi gambar radar dari satelit Japan Aerospace Exploration Agency yang diambil sebelum dan setelah letusan menunjukkan sisi barat daya gunung berapi telah menghilang.

Kepala penelitian dan inovasi di Universitas Sheffield, Dave Petley, mengatakan, setelah dianalisis gambar serupa dari satelit Badan Antariksa Eropa, mendukung teori tanah longsor, sebagian besar di bawah laut, menyebabkan tsunami. "Tantangannya sekarang adalah menafsirkan apa yang mungkin terjadi di gunung berapi, dan apa yang mungkin terjadi selanjutnya," ucapnya dilansir dari Dailymail Jumat ( 28/12).

Kemudian, pihak berwenang Indonesia mengatakan pada Jumat (28/12) lebih dari 7.202 orang terluka dalam bencana itu. Angka itu kemudian meningkat 5.707, karena mereka memangkas angka kematian resmi menjadi 426, turun dari 430.

Sebelumnya, jumlah pengungsi termasuk banyak yang kehilangan tempat tinggal adalah 22.000. Tetapi angka itu sekarang telah melonjak menjadi lebih dari 40 ribu, menurut penghitungan terbaru. Sekitar 7.202 orang menderita luka-luka, melompat dari 1.495.

Gambar pasca erupsi JAXA menunjukkan gelombang konsentris yang memancar dari pulau itu, yang menurut para ahli disebabkan oleh erupsi yang berkelanjutan. Gunung Anak Krakatau adalah keturunan dari gunung berapi Krakatau yang terkenal yang memengaruhi iklim global dengan letusan besar-besaran pada tahun 1883.

Anak Krakatau pertama kali naik di atas permukaan laut pada tahun 1929, menurut badan vulkanologi Indonesia, dan telah meningkatkan massa daratannya sejak itu. Pihak berwenang telah memeringatkan kawah Anak Krakatau, atau anak Krakatau, masih rapuh. Hal itu menimbulkan kekhawatiran akan runtuh dan timbulnya tsunami lainnya.

Gunung berapi itu juga telah bergemuruh keluar-masuk sejak Juli. Tetapi telah aktif dan memuntahkan lava dan bebatuan, dan mengirimkan awan besar abu hingga 3.000 meter ke langit yang sangat mendung.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement