Rabu 02 Jan 2019 09:37 WIB

KPK Kaji Hukuman Mati Korupsi Sistem Penyediaan Air Minum

KPK masih mencari bukti pendukung di sejumlah lokasi penggeledahan.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin digiring petugas menuju mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Ahad (30/12/2018).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin digiring petugas menuju mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Ahad (30/12/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dian Fath Risalah, Umar Mukhtar

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengkaji celah dipakainya pasal terberat dengan hukuman mati dalam kasus suap proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus terkait proyeknya untuk daerah terkena bencana alam tersebut.

"Proses penyidikan masih berjalan. Seperti apa nantinya ini berkembang untuk kemudian pasal yang dikenakan saat ini akan dimaksimalkan atau apakah kasus tersebut akan berkembang melibatkan pihak lain sehingga masuk ke penyelidikan dan penyidikan pada Pasal 2 UU Tipikor 31/1999 dan 20/2001 agar ada hukuman mati sebagaimana syarat dan atau penjelasan pasal 2, nanti akan kita lihat perkembangannya," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Senin (31/12). Ancaman hukuman pada Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor adalah maksimal pidana penjara seumur hidup.

Namun, Saut menambahkan, sejauh ini tuntutan maksimal hukuman masih mengacu pasal yang dikenakan saat ini, yakni pasal 5, 11, 12, dan 13 UU Tipikor juncto Pasal 64 dan 55 KUHP. Tidak menutup kemungkinan, jaksa penuntut umum KPK nantinya akan tetap menggunakan pasal tersebut untuk memberikan hukuman yang maksimal.

"Sejauh ini, penerapan maksimal sesuai pasal yang dikenakan yang diterapkan saat ini, bisa saja akan jadi bahan pertimbangan bagi jaksa penuntut KPK agar (dituntut hukuman) maksimal di luar dari pasal, yang bisa dikenakan hukuman mati (Pasal 2 UU 31/1999 atau 20/2001," kata dia.

Saut menyatakan, pengungkapan kasus itu tidak dilakukan setelah adanya bencana. Ia mengklaim, KPK telah mempelajari cukup lama terkait suap pada sejumlah proyek di Kementerian PUPR.

"Jadi, kami bukan 'pemadam kebakaran' juga, artinya sudah didalami cukup lama kemudian ternyata di daerah bencana juga ada," kata Saut.

KPK, kata dia, mengecam keras dan prihatin karena dugaan suap tersebut salah satunya terkait proyek pembangunan SPAM di daerah bencana Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Daerah itu terkena bencana tsunami pada September 2018 lalu.

Pada Jumat (28/12), KPK mengamankan 20 orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait proyek pembangunan SPAM. KPK kemudian menetapkan delapan orang sebagai tersangka, terdiri dari pejabat Kementerian PUPR dan pihak swasta.

Pihak yang diduga sebagai pemberi, yaitu Dirut PT WKE Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, Direktur PT TSP Irene Irma, dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo. Mereka dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara, diduga sebagai penerima adalah Anggiat Partunggul Nahot Simaremare selaku Kepala Satker SPAM Strategis/PPK SPAM Lampung, Meina Woro Kustinah selaku PPK SPAM Katulampa, Teuku Mochamad Nazar sebagai kepala Satker SPAM Darurat, dan Donny Sofyan Arifin selaku PPK SPAM Toba 1. Mereka dikenakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.

Uang suap yang diberikan kepada pejabat Kementerian PUPR ditujukan untuk mengatur agar dalam lelang proyek itu dimenangkan PT WKE dan PT TSP yang pemiliknya merupakan orang yang sama. PT WKE sendiri diatur untuk menggarap proyek yang nilai besarannya berada di atas Rp 50 miliar.

Dalam kasus itu, Anggiat Partunggal Nahot Simaremare, Meina Woro Kustinah, Teuku Moch Nazar, dan Donny Sofyan Arifin diduga menerima suap untuk mengatur lelang proyek pembangunan SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1, dan Katulampa. Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.

Anggiat Partunggal Nahot Simaremare menerima Rp 350 juta dan 5.000 dolar AS untuk pembangunan SPAM Lampung. Selanjutnya, Rp 500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur.

Meina Woro Kustinah menerima Rp 1,42 miliar dan 22.100 dolar Singapura untuk pembangunan SPAM Katulampa. Teuku Moch Nazar Rp 2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala. Kemudian, Donny Sofyan Arifin Rp 170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.

Pada Senin (31/2), tim penyidik KPK juga menggeledah Kantor Satuan Kerja Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Strategis Ditjen Dipta Karya Kementerian PUPR, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Kemudian, kantor PT WKE di Pulogadung.

BACA JUGA: Iran: Kejatuhan Rezim Zionis akan Terus Berlanjut

"Penggeledahan dilakukan sejak pukul 14.00 WIB dan masih berlangsung hingga saat ini (Senin sore)," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah. (ed: ilham tirta)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement