REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memandang perlunya membangun industri alat peringatan dini (EWS) di dalam negeri. Selama ini kebutuhannya dipasok oleh luar negeri hingga membengkakan anggaran.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan sudah ada sinergi dengan lembaga riset. Hanya saja alat buatannya tak langsung bisa digunakan maksimal karena keterbatasan jumlah.
Dari pengalamannya, BNPB sempat diminta memasang EWS jenis longsor usai bencana longsor di Banjarnegara beberapa tahun silam. Tetapi dari sekian banyak lembaga riset, hanya UGM yang menyanggupi.
"UGM bisanya cuma 30 unit setahun. Masalahnya riset perlu dibangun industri. Di Indonesia bencana banyak. Harusnya produk EWS dibangun di Indonesia," katanya pada wartawan di kantor BNPB, Rabu (2/1).
Ia menyayangkan belum terwujudnya industri alat-alat terkait kebencanaan. Alhasil, pemerintah mesti mendatangkan alat dari luar negeri. "Produk dalam negeri tapi enggak banyak sampai beli dari luar. Radio komunikasi saja beli dari luar," ujarnya.
Ia menekankan fungsi riset sebenarnya dikoordinir oleh Kemenristekdikti. Sehingga berbagai lembaga riset mestinya tunduk pada induk rencana riset bencana dari Kemenristekdikti. Sayangnya induk rencana riset belum terwujud.
"Kita sering koordinasi dengan Kemenristekdikti. Agar ada blueprint riset bencana mereka koordinir. Sehingga tiap tahun bagaimana, itu sampai sekarang belum ada. Cuma sporadis dan enggak bisa diterapkan. Perlu rencana induk riset bencana. BNPB hanya user," jelasnya.