REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengatakan, isu ribuan surat suara yang tercoblos bisa membahayakan pelaksanaan pemilu. Karenanya, KPU menyerahkan dokumen laporan ke Bareskrim Polri secara resmi pada Kamis (3/1) siang.
"Informasi apapun soal itu, baik dari tautan berita, akun media sosial (medsos) atau rekaman suara yang menyebut adanya tujuh kontainer berisi surat suara membahayakan," ujar Hasyim kepada wartawan di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (3/1).
Sebab, informasi yang beredar menyebutkan total jumlah surat suara yang ada di dalam tujuh kontainer mencapai 80 juta lembar. "Jumlah 80 juta itu kan hampir separuh dari jumlah pemilih Pemilu 2019 mencapai lebih dari 190 juta jiwa. Ini membahayakan. Mendelegitimasi KPU selaku penyelenggara pemilu dan proses pemilu itu sendiri," tegas Hasyim.
Karena itu, KPU akan melayangkan laporan tertulis secara resmi kepada Bareskrim Polri. Hasyim menjelaskan ada sejumlah hal yang akan dilaporkan KPU kepada polisi. KPU meminta siapa yang membuat, siapa yang menyebar dan harus diminta pertanggungjawaban karena ini merusak kredibilitas pemilu serta merusak kredibilitas penyelenggara pemilu.
Sebelumnya, Komisioner KPU, Viryan, mengharapkan polisi bisa menindak semua akun medsos yang mengunggah informasi hoaks mengenai temuan tujuh kontainer surat suara tercoblos. KPU pun tidak secara khusus melaporkan akun medsos yang dimiliki oleh Wakil Sekjen Partai Demokrat, Andi Arief ke polisi.
Menurut Viryan, informasi bohong soal temuan tujuh kontainer surat suara berasal dari berbagai sumber. Sumber-sumber yang dimaksud yakni akun Facebook, akun Twitter, WhatsApp Group, rekaman suara dll.
Karena itu, pada Rabu (2/1), KPU melaporkan kejadian ini kepada Cybercrime Mabes Polri. "Kami sifatnya menyampaikan laporan ada kejadian seperti ini. Kami tidak mencermati satu per satu orang yang mengunggah soal informasi hoaks ini. Maka siapapun yang memposting itu kami harap segara bisa didalami oleh pihak kepolisian," jelas Viryan kepad wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis dinihari.
Dengan kata lain, KPU tidak melihat nama-nama akun yang menyebarkan informasi hoaks tentang surat suara secara khusus. Meski demikian, KPU meminta polisi mau menindaklanjuti laporan itu secepatnya.
"Apakah Andi Arief termasuk atau tidak, kami tidak spesifik laporkan orang perorang. Intinya semua akun yang mengunggah pasti bisa ditelusuri. Terutama akun Twitter dan Facebook yang menyebarluaskan kepada masyarakat," tegas Viryan.
Isu tentang penemuan surat suara ini mengemuka setelah Andi Arief, menyampaikan hal tersebut di akun Twitternya pada Rabu. Dalam cuitan yang diunggah Andi pukul 20.05 WIB menyatakan
'Mohon dicek kabarnya ada 7 kontainer surat suara yg sudah dicoblos di tanjung Supaya tidak fitnah harap dicek kebenarannya. Karena ini kabar sudah beredar'.
Namun, cuitan itu sudah dihapus oleh Andi sendiri beberapa saat kemudian. Meski demikian, pernyataan Andi kemudian dijadikan salah satu sumber informasi oleh sejumlah media massa.
Selain cuitan itu, ada juga rekaman suara seorang pria yang beredar di media sosial. Dalam rekaman tersebut, sang pria tidak dikenal menyampaikan ada tujuh kontainer berisi surat suara di Tanjung Priok.
"Isinya kartu suara yang dicoblos nomor 01. Dicoblos Jokowi. Itu kemungkinan dari Cina. Total katanya kalau 1 kontainer 10 juta, kalau ada tujuh kontainer ada 70 juta suara dan dicoblos nomor 01. Tolong sampaikan ke akses, ke Pak Darma kek atau ke Gerindra pusat. Ini takirimkan nomor telepon orangku di sana untuk membimbing kontainer itu. Atau syukur ada akses ke Pak Djoko Santoso, pasti marah beliau ya langsung cek ke sana ya," ujar rekaman suara itu.