REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah memutus banding yang diajukan KPK dan terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung dalam kasus BLBI pada Rabu (2/1). Putusan dari Pengadilan Tinggi yaitu, pidana penjara 15 tahun dan denda Rp 1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama tiga bulan.
"KPK telah menerima pemberitahuan putusan PT DKI untuk terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung dalam kasus BLBI hari ini, 4 Januari 2019. Putusan PT DKI dalam kasus BLBI ini tentu kami sambut baik, karena sudah sesuai dengan tuntutan KPK 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.
Meskipun, lanjut Febri, masih ada perbedaan pidana kurungan pengganti yang jadi tiga bulan. Menurut KPK hal tersebut menunjukkan bahwa sejak awal dalam kasus BLBI ini, ketika KPK mulai melakukan penyidikan, penuntutan hingga proses persidangan, semuanya dilakukan dengan hati-hati dan bukti yang meyakinkan.
"Sehingga sejumlah perdebatan tentang apakah ini di ranah pidana atau perdata, mengkriminalisasi kebijakan atau tidak, dan hal lain, sudah terjawab dalam putusan ini. Setidaknya sampai saat ini di tingkat PT demikian," tutur Febri.
Namun, sambung dia, jika pihak terdakwa mengajukan Kasasi, KPK memastikan akan menghadapi hal tersebut. "Nanti kita lihat apa sikap pihak terdakwa terhadap putusan PT DKI ini," ujarnya.
Sedangkan untuk pelaku lain, saat ini sedang terus diproses KPK di tahap penyelidikan. Sekitar 37 orang telah dimintakan keterangan dari unsur BPPN, KKSK, dan swasta.
Febri menambahkan, terhadap Sjamsul Nursalim dan isteri, KPK telah membuat dua kali surat permintaan keterangan dan berkoordinasi dengan otoritas di Singapura untuk penyampaian surat tersebut. Namun, sampai saat ini kami belum mendapatkan konfirmasi adanya itikad dari pihak Sjamsul dan Isteri untuk hadir dalam permintaan keterangan di KPK.
Dalam perkara ini, pada pengadilan tingkat pertama, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara terhadap Syafruddin Arsyad Temenggung. Selain itu, Syafruddin juga diganjar denda sebesar Rp 700 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Majelis hakim meyakini Syafruddin terbukti bersalah karena perbuatannya melawan hukum. Di mana, menurut hakim, Syafruddin telah melakukan penghapusbukuan secara sepihak terhadap utang pemilik saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) pada 2004.
Padahal, dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, tidak ada perintah dari Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menghapusbukukan utang tersebut. Dalam analisis yuridis, hakim juga berpandangan bahwa Syafruddin telah menandatangi surat pemenuhan kewajiban membayar utang terhadap obligor BDNI, Sjamsul Nursalim. Padahal, Sjamsul belum membayar kekurangan aset para petambak.
Syafruddin juga terbukti telah menerbitkan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) kepada Sjamsul Nursalim. Penerbitan SKL BLBI itu menyebabkan negara kehilangan hak untuk menagih utang Sjamsul sebesar Rp 4,58 triliun.