Ahad 06 Jan 2019 11:36 WIB

PDB Sektor Pertanian Capai Rp 906 Triliun

Peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi semakin penting dan strategis

Red: EH Ismail
Menteri Pertanian Amran Sulaiman bersama petani saat panen raya
Menteri Pertanian Amran Sulaiman bersama petani saat panen raya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program dan kebijakan pembangunan pertanian yang dijalankan pemerintah saat ini mampu mendongkrak dan berkontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Terbukti dalam kurun waktu empat tahun terakhir, produk domestik bruto (PDB) pada sektor pertanian mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Selama periode 2013-2017, akumulasi tambahan nilai PDB Sektor pertanian yang mampu dihasilkan mencapai Rp 906,1 Triliun.

“Bahkan tercatat pada 2018 ini, nilai PDB mencapai 395,7 triliun dibandingkan Triwulan III tahun lalu yang hanya Rp 375,8 triliun,” kata Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian (Kementan) I Ketut Kariyasa, Ahad (6/1).

Selain tumbuh positif, peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi nasional juga semakin penting dan strategis, hal ini terlihat dari kontribusinya yang semakin meningkat.  Pada 2014, sektor pertanian termasuk kehutanan dan perikanan berkontribusi sekitar 13,14 persen terhadap ekonomi nasional dan pada 2017 meningkat menjadi 13,53 persen.

"Kalau diperhitungkan dengan industri agro dan penyediaan makanan dan minuman yang berbasis bahan baku pertanian, kontribusinya bisa mencapai 25,84 persen. Dan ini berdampak pada perekonomian skala nasional," ujarnya.

Sektor pertanian, menurut Kariyasa, menjadi semakin penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Hal tersebut turut tergambarkan dari inflasi bahan pangan terkendali, jumlah penduduk miskin di perdesaan semakin menurun dan kesejahteraan petani semakin membaik.

Inflasi kelompok bahan makanan terus menurun, dari 10,57 persen pada 2014, masing-masing menjadi 4,93 persen pada 2015 dan 5,69 persen pada 2016.  Bahkan 2017, turun menjadi 1,26 persen.

"Inflasi kelompok bahan makanan terus menurun. Artinya bisa dikatakan dalam sejarah Indonesia baru kali ini inflasi bahan makanan atau pangan lebih rendah dari inflasi umum yang hanya 3,6 persen," ujar Kariyasa.

Keberhasilan pembangunan pertanian juga tercermin dari kesejahteraan petani. Kesejahteraan itu bisa dilihat secara langsung melalui indikator Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) dan menurunnya jumlah penduduk miskin di perdesaan.

Pada 2014 nilai NTUP (Pertanian Sempit tanpa Perikanan) hanya sebesar 106,05, dan pada 2015 dan 2016 berturut-turut meningkat menjadi 107,44 dan 109,83.  Nilai NTUP pada 2017 dan 2018 sampai bulan Desember juga membaik menjadi 110,03 dan 111,56.

Jumlah penduduk miskin di perdesaan juga terus menurun, pada Maret 2015 masih sekitar 14,21 persen (17,94 juta jiwa) dan pada bulan yang sama 2016 dan 2017 turun menjadi 14,11 persen (17,67 juta jiwa) dan 13,93 persen (17,09 juta jiwa).  Demikian juga pada Maret 2018, kembali turun menjadi 13,47 persen (15,81 juta jiwa).

Kariyasa menambahkan, membaiknya kesejahteraan petani juga bisa dilihat dari menurunnya indek Gini Rasio di perdesaan. Ini merupakan cermin dari pemerataan pendapatan di perdesaan yang terus membaik. Pada 2015, indek Gini Rasio di perdesaan sebesar 0,334 dan pada 2016 dan 2017 turun masing-masing menjadi 0,327 dan 0,320.  

"Atau dengan kata lain ketimpangan pendapatan antar rumah tangga di perdesaan semakin rendah. Yang perlu dicatat adalah kerberhasilan telah berdampak pada pemerataan pendapatan di pedesaan. Kondisi mereka jauh lebih baik dibanding warga perkotaan," katanya.

Program Terobosan Pemerintah di Sektor Pertanian

Dalam upaya mengurangi jumlah penduduk miskin di perdesaan, Kariyasa menyebutkan Kementan telah membuat program terobosan Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera (BEKERJA). Terobosan ini dinilai tepat sebagai solusi permanen untuk mengentaskan masyarakat petani dari kemiskinan dan pemerataan.

"Sebab sebagian besar penduduk miskin di perdesaan adalah petani dimana lebih dari 70 persen pendapatan utamanya berasal dari sektor pertanian. Tahun ini kita sudah terapkan program ini di 10 provinsi dengan sasaran 200 ribu Rumah Tangga Petani Miskin (RTM)," katanya.

Disisi lain, peningkatan produksi juga terus dilakukan melalui program upaya khusus (UPSUS) untuk padi, jagung, kedelai dan hortikultura. Selain itu ada juga program Sapi Indukan Wajib Bunting (SIWAB) pada peternakan serta bantuan bibit pada perkebunan.

"Program khusus ini mampu meningkatkan produksi komoditas pertanian secara signifikan sehingga menyebabkan PDB sektor pertanian tumbuh positif secara konsisten," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement