REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur akan memeriksa Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dari 16 partai politik (parpol) peserta pemilu 2019. Komisioner Bawaslu Jatim, Aang Kunaifi mengatakan, ada beberapa ketentuan yang harus diteliti dalam LPSDK tersebut.
"Salah satunya sumber kategori sumbangan untuk parpol atau calon presiden-wakil presiden, yaknj Badan Hukum Usaha dan Perseorangan," kata Aang, dikonfirmasi, Selasa (7/1).
Aang melanjutkan, apabila bantuan dana kampanye itu berasal dari Badan Hukum Usaha atau korporat, maka tidak boleh melebihi jumlah yang ditentukan sebesar Rp25 miliar per sekali nyumbang. Sedangkan untuk perseorangan dapat memberikan sumbangan maksimal Rp2,5 miliar.
Kemudian, untuk calon anggota DPD, dan DPR, untuk sumbangan perseorangan jumlahnya maksimal Rp750 juta, dan Badan Hukum Usaha atau korporat hanya Rp1,5 miliar. Selain itu, UU Pemilu juga mengatur tentang larangan memberikan dana sumbangan kepada parpol, capres-cawapres dan DPD/DPR. Di antaranya dari pihak asing. Misalnya mulai dari NGO, ormas asing, pemerintahan asing, hingga perusahaan asing.
"Sumbangan kampanye juga dilarang berasal dari APBN, APBD, BUMN, BUMD, Anggaran Desa dan Badan Usaha Milik Desa. Sumber dana juga tidak boleh berasal dari yang kira-kira indikasinya berasal dari praktik pencucian uang. Beberapa hal itu yang akan kami cek nantinya," kata Aang.
Tak hanya bagi parpol yang telah melaporkan sumbangan dananya, Bawaslu Jatim juga akan mengawasi sejumlah parpol yang tidak mendapatkan sumbangan parpol sama sekali alias nol rupiah. "Tentu akan kita cek juga. Mereka kan sudah memasang baliho, menggelar banyak acara selama tiga bulan terakhir, serta aktivitas kampanye lainnya. Tentu parpol harus bisa menjelaskan darimana sumber dana mereka selain dari sumbangan," kata Aang.