REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara dari Universitas Gajah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, menyebut putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengenai pencalonan Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang (Oso) sebagai anggota DPD RI melanggar banyak hal. Bahkan, kata dia, Bawaslu melanggar kewenangannya sendiri.
"Putusan Bawaslu itu menurut saya melanggar banyak hal. Bukan hanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dia langgar, putusan TUN pun dia lewati," jelas Zainal usai melakukan pertemuan dengan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (13/1).
Bukan sekadar itu, lanjut dia, putusan Bawaslu RI tersebut melanggar kewenangannya sendiri. Menurutnya, di pasal 461 ayat 6 Undang-Undang No. 7/2017 tentang Pemilu, kewenangan Bawaslu dalam memutus sengketa administrasi tidak sesuai dengan apa yang mereka lakukan terkait putusan Oso.
"Jadi memang KPU menjadi serba sulit kan. Menjalankan putusan Bawaslu pun melanggar banyak hal, menjalankan putusan TUN dia melanggar putusan MK," tuturnya.
Karena itu, ia menilai, yang seharusnya bisa dilakukan oleh KPU adalah menjalankan putusan MK yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibanding putusan lainnya. Ia juga menyarankan, sebaiknya KPU mempertimbangkan lebih lanjut jika ingin mengikuti putusan Bawaslu.
Sebelumnya, Bawaslu memutuskan memerintahkan KPU untuk memasukkan Oso ke dalam daftar calon tetap Pemilu 2019. Bawaslu juga menyatakan KPU terbukti melakukan pelanggaran administrasi dalam proses pencalonan anggota DPD.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Bawaslu, Abhan, pada Rabu (9/1) sore di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat. "Menyatakan terlapor (KPU) terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi Pemilu," ujar Abhan.