Rabu 16 Jan 2019 10:12 WIB

Brexit Ancam Theresa May?

Poin backstop menjadi ganjalan utama PM Inggris Theresa May.

Perdana Menteri Inggris Theresa May berbicara selama konferensi pers di akhir KTT Uni Eropa di Brussels, Ahad (25/11) waktu setempat. Pemimpin negara Uni Eropa berkumpul untuk menyepakati perpisahan blok tersebut dengan Inggris pada tahun depan.
Foto: AP
Perdana Menteri Inggris Theresa May berbicara selama konferensi pers di akhir KTT Uni Eropa di Brussels, Ahad (25/11) waktu setempat. Pemimpin negara Uni Eropa berkumpul untuk menyepakati perpisahan blok tersebut dengan Inggris pada tahun depan.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Kamran Dikarma

LONDON -- Parlemen Inggris pada Selasa (15/1) mengadakan voting untuk menentukan sikap terhadap paket kesepakatan hengkangnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) yang telah dicapai Perdana Menteri Theresa May. Pemungutan suara digelar pukul 19.00 waktu setempat atau 02.00 WIB. May terancam kalah dalam pemungutan suara ini.

May telah menyerukan para anggota parlemen untuk mendukung kesepakatannya. Sebab, jika tidak, ia mengklaim hal itu berisiko mengecewakan rakyat Inggris.

"Itu (kesepakatan Brexit—Red) tidak sempurna, tetapi ketika buku-buku sejarah ditulis, orang akan melihat keputusan parlemen ini dan bertanya, 'Apakah kita memberikan suara dalam pemungutan suara negara untuk meninggalkan Uni Eropa, apakah kita melindungi ekonomi kita, keamanan, atau persatuan, atau apakah kita mengecewakan rakyat Inggris," kata May dalam pidatonya di House of Commons pada Selasa pagi, dikutip laman BBC.

Menteri Lingkungan Hidup Inggris Michael Gove selaku salah satu menteri senior di kabinet May meminta anggota parlemen menghormati hasil keputusan referendum Brexit 2016. Referendum itu menunjukkan, lebih dari 50 persen masyarakat Inggris menginginkan Brexit. Ia menilai, jika anggota parlemen menentang kesepakatan Brexit yang telah dicapai May dengan Uni Eropa, hal itu dapat merusak demokrasi.

"Rakyat Inggris telah meletakkan tanggung jawab kepada kami. Apakah kita akan memenuhi tanggung jawab itu dan memilih meninggalkan Uni Eropa atau kita akan mengecewakan mereka dan merusak demokrasi kita dengan tidak memilih untuk meninggalkan Uni Eropa?" kata Gove.

Kendati demikian, banyak anggota parlemen, termasuk dari partai May, yakni Conservative Party, yang menolak kesepakatan backstop di Irlandia Utara. Hal itu terkait dengan pengaturan perbatasan antara Irlandia Utara yang termasuk dalam wilayah Inggris Raya dan Republik Irlandia yang merupakan anggota Uni Eropa.

Situasi tersebut akan membuat Irlandia Utara, secara umum, tetap selaras dengan aturan Uni Eropa. Dengan demikian, pergerakan barang dan manusia secara bebas seperti saat ini dapat terus berlanjut.

Di wilayah backstop, aturan pabean Uni Eropa masih berlaku. Dalam hal ini, Inggris tidak bisa sepihak menarik diri. Hal ini mengecewakan pendukung Brexit yang ingin Inggris sepenuhnya hengkang. Anggota parlemen Inggris menganggap kesepakatan backstop Irlandia Utara tak adil.

Oleh sebab itu, sekitar 100 anggota parlemen dari Conservative Party dan 10 anggota parlemen dari Democratic Unionist diperkirakan dapat bergabung dengan Labour Party dan partai oposisi lainnya untuk menentang kesepakatan tersebut.

Pemimpin Democratic Unionist Arlene Foster menyebut kesepakatan backstop "beracun". Ia telah menegaskan, 10 anggota partainya di parlemen akan menentang kesepakatan itu. "Sudah waktunya untuk kesepakatan yang masuk akal yang mengatur kita keluar dari Uni Eropa dan mendukung semua bagian Inggris," katanya.

Pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn telah mengecam kesepakatan Brexit yang dijalin May. Corbyn kembali menyerukan penyelenggaraan pemilu jika disetujui parlemen. Ia berjanji, partainya akan segera menyerukan mosi tidak percaya terhadap pemerintah.

"Theresa May telah memeras anggota parlemen Partai Buruh untuk memilih kesepakatannya yang gagal dengan mengancam negara dengan kekacauan tanpa kesepakatan," ujar Corbyn pada Senin (14/1). "Saya tahu dari percakapan dengan rekan-rekan bahwa ini telah gagal."

May dilaporkan telah mengajukan sejumlah amendemen kesepakatan kepada parlemen Inggris. Proposal yang diajukan termasuk memberikan anggota parlemen suara untuk menerapkan backstop dan menetapkan batas waktu berapa lama backstop dapat bertahan.

Jika kesepakatan May ditolak, dia memiliki waktu tiga hari untuk kembali ke parlemen dengan rencana alternatif. Beberapa pihak menyarankan May bertolak ke Brussel, Belgia, pada Rabu (16/1) untuk mencoba mendapatkan konsesi lebih lanjut dari Uni Eropa sebelum kembali ke parlemen.

Setelah itu, pemungutan suara dapat kembali dilakukan. Jika upaya itu gagal, pendukung senior Conservative Party, yakni Nick Boles, Sir Oliver Letwin, dan Nicky Morgan, telah mengajukan “European Union Withdrawal Number 2 Bill”.

Hal itu akan memberi May waktu selama tiga pekan lagi untuk membuat rencana lain dan menyelesaikannya kembali melalui parlemen. Bila usaha itu juga tak berhasil, mereka mengusulkan agar tanggung jawab pembuatan kesepakatan diberikan kepada Komite Penghubung. Komite itu terdiri atas ketua semua komite terpilih Commons yang diambil dari Conservative Party dan partai-partai oposisi.

(reuters ed: yeyen rostiyani)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement