Rabu 16 Jan 2019 16:01 WIB

Pembenahan Kawasan Kumuh Bekasi Butuh Waktu Dua Tahun

Pengentasan kawasan kumuh sangat tergantung pada ketersediaan anggaran.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Esthi Maharani
Warga beraktivitas di kawasan pemukiman kumuh / Ilustrasi
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga beraktivitas di kawasan pemukiman kumuh / Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI – Sebanyak 329 hektare (ha) wilayah Kota Bekasi hingga saat ini masih berstatus kumuh. Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Disperkimtan) Kota Bekasi menyatakan, pengentasan kawasan kumuh sangat tergantung pada ketersediaan anggaran. Oleh sebab itu, penataan kawasan kumuh perkotaan paling cepat baru tuntas dalam dua tahun ke depan.

Kepala Disperkimtan, Dadang Ginanjar, menjelaskan, tahun ini, pihaknya baru bisa melakukan penataan sebanyak 40 persen atau 131 ha dari total luas area kumuh perkotaan. Adapun upaya pengentasan kawasan kumuh dilakukan melalui Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) menggunakan dana APBD 2019 serta program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) dengan suntikan anggaran pusat.

“Saya berharap dua tahun ke depan kawasan kumuh selesai. Tahun ini targetnya 40 persen selesai, tergantung kebijakan anggaran,” kata Dadang saat ditemui Republika di Plaza Patriot Kota Bekasi, Rabu (16/1).

Dadang menjelaskan, RPKPP memprioritaskan penataan pada delapan kelurahan yakni Medan Satria, Pekayon, Duren Jaya, Pengasinan, Jakamulya, Pedurenan, Jati Bening, dan Jati Melati. Adapun total alokasi APBD 2019 untuk delapan kelurahan itu sebesar Rp 19,3 miliar. Dimana, Jati Melati mendapatkan alokasi terbesar sebanyak Rp 3,8 miliar.

Sementara program Kotaku, mendapatkan bantuan dana pemerintah pusat sebanyak Rp 14 miliar. Namun, cakupan wilayah program Kotaku berbeda dengan RPKPP. Yakni Kelurahan Margahayu, Margamulya, Harapan Mulya, Kalibaru, Jatisari, Mustikasari, Aren Jaya, dan Harapan Baru.

Sekretaris Disperkimtan, Imas Asiah, mengatakan, cakupan wilayah antara RKPP dan Kotaku dibuat berbeda agar jangkauan pengentasan kawasan kumuh dapat lebih luas. Imas mengatakan, kriteria kawasan kumuh mengacu pada delapan aspek. Diantaranya kondisi jalan, drainase, sanitasi, persampahan, ruang terbuka hijau, bangunan, air minum dan pemadam kebakaran.

“Suatu wilayah sudah bisa disebut kumuh kalau memenuhi tiga indikator. Memang, kawasan kumuh di Bekasi masih tersebar di seluruh kelurahan. Ada 112 titik semuanya,” ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement