REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mewaspadai pergerakan Cina di Taiwan. AS khawatir dengan pesatnya perkembangan kekuatan militer mereka, Cina dapat mengubah peta kekuasaan di Taiwan yang mana memiliki sistem pemerintah yang berbeda dengan pemerintahan pusat Cina.
Salah satu pejabat intelijen AS yang tidak disebutkan namanya mengatakan belum ada prediksi militer Cina yang dikenal People Liberation Army (PLA) akan melakukan langkah tertentu di Taiwan. Tapi, kekhawatiran tentang hal itu semakin meningkat mengingat Cina yang terus memperkuat dan memoderenkan persenjataan militer mereka.
"Kekhawatiran terbesarnya itu, mereka akan sampai dititik di mana pemimpin PLA memberitahu (Presiden Cina) Xi Jinping bahwa mereka percaya diri dengan kemampuan mereka," kata pejabat tersebut, Rabu (16/1).
Pejabat itu mengatakan yang dimaksud dengan percaya diri di sini adalah kemampuan dalam memenangkan perang dengan Taiwan. "Ya, terutama itu yang paling mengkhawatirkan bagi saya," katanya.
Taiwan hanya satu dari sekian banyak titik perselisihan AS dengan Cina. Karena persoalan-persoalan lain seperti perang dagang, sanksi AS ke militer Cina karena membeli persenjataan Rusia dan semakin agresifnya Cina di Laut Cina Selatan juga belum selesai.
Namun, dalam pertemuan dengan petinggi-petinggi Pentagon, para pejabat-pejabat PLA menjelaskan secara panjang lebar Taiwan adalah isu yang paling sensitif bagi Cina. Sebelumnya, sudah berulang kali Cina mengirim militer mereka untuk latihan di perairan Taiwan.
Mereka berusaha untuk mengisolasi pulau tersebut dengan memotong berbagai hubungan diplomatik Taiwan. Cina juga menanggapi dengan keras keputusan kapal perang AS melewati Selat Taiwan pada tahun ini. Cina pun sudah memberi peringatan keras saat berbicara dengan petinggi Angkatan Laut AS Admiral John Richardson di Beijing pada Selasa (15/1) lalu.
Dalam pembicaraan tersebut kepala pasukan gabungan Cina Jendral Li Zuocheng mengatakan urusan Taiwan adalah urusan internal Cina. Ia tidak akan membiarkan pihak luar ikut campur dengan urusan itu.
"Jika ada seseorang mencoba memisahkan Taiwan dari Cina, militer Cina akan melakukan apa pun yang perlu dilakukan demi melindungi kesatuan nasional, kedaulatan nasional dan integritas wilayah," kata Li dalam pernyataan yang dirilis Kementerian Pertahanan Cina.
Pemerintah AS tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan. Tapi, hukum mengizinkan mereka untuk membantu Taiwan mempertahankan diri mereka sendiri dan AS adalah sumber utama persenjataan Taiwan.
Pentagon mengatakan sejak tahun 2010 Taiwan membeli senjata dari AS senilai lebih dari 15 miliar dolar AS. Xi Jinping mulai membuat pergerakan di Taiwan sejak Tsai Ing-wen politisi yang mendukung kemerdekaan Taiwan dari Cina menjadi presiden pada 2016 lalu.
Dalam pidato tahun barunya 2 Januari lalu Xi mengatakan Cina memiliki hak untuk menggunakan militer untuk memaksa Taiwan tunduk dalam kekuasaan Cina. Tapi ia akan menggunakan cara-cara damai untuk meraih 'reunifikasi'.
Tapi pejabat intelijen pertahanan AS memperingatkan untuk tidak bereaksi secara berlebihan dalam menanggapi pernyataan Xi tersebut. Karena, ia yakin Xi memiliki banyak waktu untuk melakukan reunifikasi.
Pejabat tersebut juga mengatakan militer Cina pun sadar dengan kemampuan mereka. "Mereka bisa saja memerintahkan militer untuk berangkat sekarang, tapi saya pikir mereka tidak percaya diri dengan kemampuan mereka," kata pejabat tersebut.
Pada hari Selasa lalu Badan Intelijen Pertahanan AS merilis laporan yang menyebutkan Taiwan yang mendorong Cina untuk meningkatkan kemampuan militer mereka. Militer Cina sudah semakin berkembang selama beberapa tahun terakhir.
Departemen Pertahanan AS memperingatkan tentang pesat kemajuan teknologi militer Cina. Hal itu terutama teknologi hypersonic yang dapat menembakkan misil yang sangat sulit untuk dideteksi.
"Hasilnya, PLA sedang hampir memiliki sistem persenjataan yang paling moderen di dunia, di beberapa aspek mungkin yang paling terdepan di dunia," kata laporan tersebut.