REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) Abu Bakar Baasyir dikabarkan segera bebas tanpa syarat setelah mendapat persetujuan dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Kebijakan ini dinilai langkah Jokowi mendekati dan menggandeng kelompok Islam.
Pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Yusa Djuyandi menilai, pembebasan Abu Bakar Baasyir dapat membangun sentimen positif sebagian kelompok masyarakat terhadap Jokowi yang selama ini dicap mengkriminalisasi ulama. Menurutnya, manuver yang dilakukan Jokowi untuk menggandeng umat Islam mulai tampak ketika memutuskan Kiai Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presiden periode 2019-2024 dan menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukumnya.
"Upaya Jokowi dalam melakukan pendekatan kepada kelompok Islam sudah terlihat dari dipilihnya KH Ma'ruf Amin sebagai cawapres, menunjuk Yusril dan sekarang dengan menyetujui pembebasan Abu Bakar Ba'asyir," kata Yusa kepada Republika, Sabtu (19/1).
Namun, upaya pembebasan narapidana kasus terorisme dinilai tidak akan signifikan menaikkan elektabilitas Jokowi yang saat ini juga berstatus calon presiden. "Secara politik pembebasan itu tidak akan signifikan mendongkrak perolehan suara umat Islam," kata Yusa.
Yusa mengamati, upaya pembebasan tak bersyarat terhadap Abu Bakar Baasyir dilakukan setelah Joko Widodo mendapat berbagai pertimbangan, salah satunya dari segi usia Abu Bakar Ba'asyir yang menginjak 81 tahun.
Abu Bakar Baasyir telah menjalani masa hukuman selama sembilan tahun dari total pidana 15 tahun atas kasus terorisme yang dijatuhkan kepadanya. Vonis 15 tahun penjara dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011.