Ahad 20 Jan 2019 18:57 WIB

Pihak OSO Segera Kirim Surat Eksekusi PTUN ke KPU

OSO berharap KPU langsung akan memasukkan namanya ke DCT.

Rep: Dian Erika N/ Red: Indira Rezkisari
Komisioner KPU Hasyim Asy'ari (ketiga kanan) mendengarkan pembacaan Putusan Gugatan Oesman Sapta Odang (OSO) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh Bawaslu di ruang sidang Bawaslu, Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Komisioner KPU Hasyim Asy'ari (ketiga kanan) mendengarkan pembacaan Putusan Gugatan Oesman Sapta Odang (OSO) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh Bawaslu di ruang sidang Bawaslu, Jakarta, Rabu (9/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Oesman Sapta Odang (OSO), Herman Kadir, mengatakan pihaknya akan menyerahkan surat eksekusi dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kepada KPU. Herman juga mengungkap adanya jalur pidana yang akan ditempuh pihaknya agar KPU mau mematuhi putusan PTUN.

"Untuk sementara ini, kami akan melalui jalur eksekusi ini dulu. Dalam surat eksekusi itu nanti, KPU diminta untuk mematuhi putusan PTUN. Surat eksekusi ini kami sampaikan ke KPU Senin (21/1)," katanya.

Surat eksekusi berdasarkan kepada putusan PTUN terhadap perkara Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN.JKT yang membatalkan SK KPU Nomor 1130. Herman mengungkapkan, pekan lalu OSO dan KPU sama-sama sudah hadir di PTUN.

Saat itu, Hakim PTUN menanyakan apakah KPU sudah melakukan tindak lanjut atas putusan lembaga peradilan itu. "KPU saat itu menjawab belum," tutur Herman.

Karenanya, selalu pelapor, OSO meminta kepada PTUN untuk mengirimkan surat eksekusi putusan tersebut. Tujuannya, agar KPU langsung memasukkan OSO ke dalam daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019 tanpa mengundurkan diri.

Putusan PTUN pada 2018 lalu diketahui sudah mencabut SK Nomor 1130 soal penetapan DCT Pemilu 2019. Maka, KPU pun diminta untuk menetapkan SK baru yang memasukkan nama OSO di dalamnya.

Menurut Herman, surat eksekusi itu merupakan upaya pertama yang dilakukan pihaknya. Jika KPU tidak mengindahkan surat itu, maka Ketua PTUN akan menyampaikan hal tersebut di media.

"Kami beri waktu kurang lebih sepekan. Jika masih belum ada kemauan untuk melaksanakan putusan (PTUN), maka PTUN kami minta untuk mengirim surat kepada Presiden dan DPR agar memperingatkan KPU, " tegas Herman.

Menurut dia, ada konsekuensi hukum jika KPU tidak mengindahkan rekomendasi Presiden dan DPR. "Ada sanksi pidananya. Kami mencoba masuk lewat pidana umum. Sebab kalau pidana pemilu sudah tidak masuk," lanjut Herman.

Berdasarkan kajian kuasa hukum OSO tersebut, KPU melanggar pasal 216 ayat (1) KUHP jika mengabaikan rekomendasi Presiden dan DPR. Pasal tersebut berbunyi, barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

 

Herman pun menambahkan, OSO tetap tidak akan mundur sebagai pengurus parpol. Alasannya, dalam perkara melawan KPU untuk kasus pencalonan anggota DPD, OSO selalu menang di sejumlah lembaga peradilan.

"Beliau jelas tidak mau mundur. Kan sudah jelas di MA, di Bawaslu,di PTUN kita udah menang. Ini bagaimana lagi?" tanya Herman.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement