REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo menegaskan, upaya pembebasan Ustad Abu Bakar Baasyir harus sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku. Jokowi menegaskan, salah satu syaratnya adalah harus setia kepada NKRI dan juga Pancasila.
Menurutnya, setia kepada NKRI dan juga Pancasila merupakan hal yang sangat prinsip dan tidak bisa ditawar. "Ini namanya pembebasan bersyarat. Bukan pembebasan murni, ini pembebasan bersyarat. Syaratnya harus dipenuhi. Kalau ndak, kan ngga mungkin saya nabrak. Contoh setia pada NKRI, setia pada Pancasila, itu basic sekali. Sangat prinsip sekali," ujar Jokowi kepada awak media di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (22/1).
Menurutnya, langkah pemerintah saat ini untuk meninjau kembali pembebasan Baasyir dilakukan berdasarkan rasa kemanusiaan. Kondisi kesehatan terpidana kasus terorisme tersebut menjadi salah satu pertimbangannya. "Kan sudah saya sampaikan bahwa karena kemanusiaan dan Ustaz Abu Bakar Baasyir sudah sepuh, kesehatan juga sering terganggu. Bayangkan, kalau kita sebagai anak lihat orang tua kita sakit-sakitan seperti itu, itu yang saya sampaikan secara kemanusiaan," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyampaikan pemerintah saat ini masih melakukan pengkajian terhadap upaya pembebasan Baasyir. Upaya ini sebagai bentuk respon pemerintah terhadap permintaan keluarga Baasyir. Kendati demikian, kata dia, pemerintah juga harus mempertimbangkan sejumlah aspek. Di antaranya yakni aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum, dan lain-lain.
"Ini semua masih kajian di Menkopolhukam, termasuk juga tentu saja. Terserah kepada keluarga besar Ust Abu Bakar Baasyir," ucap Jokowi.
Menurut Wiranto, keluarga Abu Bakar Baasyir diketahui telah mengajukan permintaan pembebasan pada 2017 lalu. Permintaan tersebut diajukan atas pertimbangan usia dan juga kondisi kesehatan yang semakin memburuk.