REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan Pemerintah Indonesia tidak mempertimbangkan keberatan Pemerintah Australia atas rencana pembebasan narapidana teroris Abu Bakar Baasyir. Hal itu ditegaskan JK, setelah adanya protes dari Perdana Menteri (PM) Australia, Scott Morison tentang rencana pemerintah Indonesia tersebut.
"Kita tidak mempertimbangkan keberatan atau tidak keberatannya negara lain," ujar JK kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (22/1).
JK membandingkan sikap Pemerintah tersebut dengan sikap yang ditunjukan Australia, saat Pemerintah Indonesia memprotes Australia terkait kebijakan yang kontra Palestina. Saat itu kata JK, Australia mengabaikan protes Indonesia soal kebijakan pemindahan duta besar Australia ke Yerusalem.
"Sama dengan Australia juga tidak menjadikan protes Indonesia soal Yerusalem itu bahwa harus dipenuhi, kan tidak juga. Ya sama juga soal permintaan kita agar soal Yerusalem tapi tetap dilakuin," kata JK.
Meskipun, JK mengakui saat ini Pemerintah menilai perlu mengkaji kembali pembebasan narapidana terorisme Abu Bakar Baasyir dari aspek hukum, ideologi Pancasila, NKRI, dan lainnya. Menurut JK, pembebasan Baasyir akan sulit jika ia tidak memenuhi aspek-aspek tersebut.
"Kalau tidak memenuhi aspek aspek hukuk, tentu ya minimal itu agak sulit, juga nanti di belakang hari orang gugat," ujar JK.
JK menilai aspek-aspek yang harus dipenuhi Baasyir seperti kesediaan untuk setia pada NKRI tidaklah sulit. Sebab, syarat-syarat itu juga berlaku bagi pemberian grasi kepada semua pihak. Karenanya, selain alasan kemanusiaan dan kondisi kesehatan, Pemerintah tidak menyesampingkan syarat-syarat lainnya.
"Itu syarat syarat yang biasa saja sebetulnya. Itu kan syarat begitu juga orang grasi begitu," kata JK.