REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Jumlah penduduk miskin di Banten bertambah 7,38 ribu orang. Dari sebelumnya berjumlah 661,36 ribu orang pada Maret 2018 menjadi 668,74 ribu orang pada September 2018.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Banten, Agoes Soebeno mengatakan jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2018, maka selama enam bulan terjadi peningkatan sebesar 0,01 poin. "Meningkat dari posisi 5,24 persen pada periode Maret," ujarnya di Serang, Sabtu (26/1).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami penurunan sedangkan di daerah perdesaan mengalami peningkatan. Persentase penduduk miskin di perkotaan turun dari 4,38 menjadi 4,24 dan persentase penduduk miskin di perdesaan naik dari 7,33 pada Maret 2018 menjadi 7,67 pada September 2018.
Secara umum, pada periode 2002 hingga 2018 tingkat kemiskinan di Banten cenderung menurun baik dari sisi jumlah maupun persentase, kecuali pada 2006, September 2013, Maret 2015, September 2017 dan September 2018.
Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode tersebut dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak.
Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
Selama periode Maret-September 2018, Garis Kemiskinan naik sebesar 4,42 persen, yaitu dari Rp 431.069 per kapita per bulan pada Maret 2018 menjadi Rp 450.108 per kapita per bulan pada September 2018.
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan(GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan(GKNM), dapat dilihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi non makanan, yang terdiri dari perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.
Sumbangan GKM terhadap GK pada September 2018 adalah sebesar 71,60 persen, mengalami sedikit penurunan dibandingkan Maret 2018 yang sebesar 71,66persen. Pada September 2018, beras masih berperan sebagai penyumbang terbesar Garis Kemiskinan baik di perkotaan (19,63 persen) maupun di perdesaan (23,45 persen).
Keempat komoditi makanan lainnya penyumbang Garis Kemiskinan di perkotaan adalah rokok kretek filter (11,46 persen), telur ayam ras (4,19 persen), daging ayam ras (3,86 persen) dan mie instan (2,61 persen).
Sedangkan di daerah perdesaan, empat komoditi makanan penyumbang terbesar terhadap Garis Kemiskinan secara berturut-turut adalah rokok kretek filter (17,33 persen), telur ayam ras (3,18 persen), roti (2,70 persen) serta kopi bubuk dan kopi instan sebesar 2,60 persen.
Sementara komoditi non makanan pemberi sumbangan terbesar untuk Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan sama. Kelima komoditi non makanan penyumbang Garis Kemiskinan di perkotaan adalah biaya perumahan (9,30 persen), bensin (5,15 persen), listrik (3,71 persen), pendidikan (1,77 persen) dan perlengkapan mandi (1,21 persen).
Di perdesaan lima komoditi non makanan penyumbang Garis Kemiskinan adalah biaya perumahan (10,84 persen), bensin (2,54 persen), listrik (2,05 persen), biaya pendidikan (1,06 persen) dan perlengkapan mandi sebesar 1,01 persen.