Senin 28 Jan 2019 15:15 WIB

Ini Penjelasan Tim Prabowo Soal Menteri Pencetak Utang

Dradjad menjelaskan beda Menteri Keuangan bukan Kementerian Keuangan.

Dradjad Wibowo
Foto: Ist
Dradjad Wibowo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim sukses Prabowo-Sandi Dradjad Wibowo menanggapi polemik pernyataan Prabowo soal 'Menteri Pencetak Uang'. Menurut Dradjad pernyataan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kemenkeu Nufransa Wira Sakti (NWS) bahwa pernyataan Prabowo menciderai pegawai kementerian, adalah pernyataan yang tidak pas dan tidak kompeten.

"Saya rasa Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kemenkeu NWS telah berkata ngawur dan tidak kompeten," kata Dradjad kepada Republika, Senin (28/1).

Baca: Capres Jangan Olok-olok Institusi Negara

Dijelaskannya, dalam UU No. 16/2003 tentang Keuangan Negara pasal 6 disebut, Menteri Keuangan menjadi salah satu penerima kuasa dari Presiden dalam pengelolaan keuangan negara, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Kedua, baca UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, khususnya pasal 1 butir 1 dan 2, Pasal 5 ayat 2, Pasal 6, Pasal 9 ayat 2. Baca juga Bab IV dan Bab V dari UU tersebut.

"Saya tidak akan kutip semua pasal dan Bab di atas, yang bersangkutan bisa membaca sendiri. Tapi di Pasal 1 disebut, Kementerian Negara adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan, sementara Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin Kementerian," jelas Dradjad.

Dradjad meminta NWS teliti dan mendengar baik-baik pernyataan Prabowo. "Apakah Prabowo menyebut Menteri Keuangan atau Kementerian Keuangan?" tanya Dradjad.

Dijelaskannya, yang disebut Prabowo dalam pernyataannya adalah 'Menteri Keuangan'. "Jelas juga bahwa kedua UU di atas membedakan antara Menteri dengan Kementerian, dan apa saja tupoksi Menteri Keuangan," ungkap ekonom INDEF ini.

Dradjad bertanya, apakah kritik terhadap Menteri Keuangan bisa disamakan dengan menghina Kementerian?. "Jika logika itu dipakai, mengeritik Presiden bakal sama dengan menghina rakyat Indonesia. Mengeritik Ketua DPR sama dengan menghina DPR dan rakyat pemilihnya. Itu logika yang ngawur," papar politikus senior PAN ini.

Dradjad juga menyebut NSW tidak kompetennya menanggapi pernyataan itu. Alasannya, NSW gagal memahami beda antara Menteri Keuangan dan Kementerian Keuangan sesuai UU. "Kalau dia paham bedanya, apakah ini bukan berarti dia sedang memolitisasi Kemenkeu, dan memrovokasi jajarannya?" ungkap Dradjad.

Terkait istilah 'pencetak utang', Dradjad mengatakan faktanya selama 4 tahun antara Desember 2014-Desember 2018, utang pemerintah naik Rp.1809 triliun. Dari sebelumnya Rp.2609 triliun menjadi Rp.4418 triliun. Setiap tahun naik Rp.452,25 triliun.

Sebagai perbandingan, selama 10 tahun Presiden SBY, kenaikan utang pemerintah hanya Rp.1309 triliun, atau Rp 131 triliun per tahun. Jadi setiap tahun pemerintahan Presiden Jokowi berhutang rata-rata 3,45 kali lipat dari pemerintahan Presiden SBY.

"Mohammad Salah yang banyak membuat gol kan disebut pencetak gol andalan Liverpool. Masak pejabat negara yang banyak membuat utang tidak boleh disebut pencetak utang?" kata Dradjad.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement