REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Seorang ahli PBB untuk urusan hak asasi manusia menyerukan masyarakat internasional harus bertindak tegas menanggapi peningkatan pembangunan permukiman Yahudi baru-baru ini di wilayah pendudukan Tepi Barat Sungai Jordan, termasuk Al-Quds Timur. Menurutnya, perbuatan penguasa Israel tersebut jelas-jelas mengingkari penyelesaian dua-negara.
"Jika berlanjutnya pembangunan permukiman oleh Israel ini dibiarkan tanpa reaksi dari masyarakat internasional, kita akan keluar dari pintu terakhir di jalan menuju pencaplokan," kata Rapporteur Khusus PBB bagi Situasi Hak Asasi Manusia di Wilayah Palestina, yang diduduki sejak 1967, Michael Lynk.
Dia menyatakan masyarakat global telah berulangkali menegaskan bahwa permukiman Yahudi adalah pelanggaran nyata terhadap Konvensi Jenewa Keempat 1949. Permukiman itu juga adalah dugaan kejahatan perang berdasarkan Statuta Roma 1998.
"Dan sebagaimana telah berulangkali saya nyatakan permukiman tersebut adalah sumber dari setumpuk pelanggaran hak asasi manusia yang terus terjadi," kata ahli PBB itu, sebagaimana dikutip Kantor Berita Palestina, WAFA.
Satu tahun terakhir telah ditandai dengan peningkatan peristiwa kekerasan oleh pemukim Yahudi terhadap orang Palestina di Tepi Barat. "Dalam banyak kasus, pasukan Israel, yang berkewajiban melindungi warga Palestina berdasarkan hukum internasional, berdiam diri sementara pohon zaitun dirusak, kehidupan dihancurkan, dan bahkan sewaktu orang dilukai atau, yang paling buruk, dibunuh."
Peristiwa di Desa Al-Mughayir di Tepi Barat pada 26 Januari adalah contoh nyata mengenai fenomena ekstrem yang mengganggu, tempat seorang warga desa Palestina ditembak hingga tewas di depan pemukim Yahudi dan tentara Israel. Peristiwa ini bukan hanya melanggar banyak hak asasi manusia seperti hak untuk hidup, keamanan manusia, dan kebebasan bergerak rakyat Palestina, tapi juga menjadi perluasan area tanah yang telah dikuasai pemukim Yahudi.
"Tak mungkin untuk menghimpun dukungan retorika masyarakat internasional banyak penyelesaian murni dua-negara sementara ketidak-inginan terus berlanjut untuk menghadapi Israel dengan perintah yang berarti agar menghentikan dan mengubah langkah menuju pencaplokan ini," katanya.
"Permukiman Yahudi adalah mesin pendudukan selama 51 tahun. Pendudukan ini takkan mati karena usia tua, tapi hanya dengan pemberlakuan tegas konsekuensi atas Israel karena mengabaikan hukum internasional dan sejumlah resolusi PBB," Lynk menambahkan.
Rapporteur Khusus itu juga menyoroti bahwa pada 8 Januari, Israel membuka Route 4370, yang menghubungkan Al-Quds (Yerusalem) dengan permukiman di sebelah utara dan timur kota tersebut. Jalur itu, yang dinamakan "Jalan Apartheid" oleh surat kabar Israel, Ha'aretz, terdiri atas dua jalur jalan yang paralel, satu buat orang Israel dan satu lagi buat orang Palestina di Tepi Barat", dengan tembok pemisah di antara kedua jalan itu.
Route 4370 adalah bagian terpadu dari jaringan dua-tingkat jalan terpisah di Tepi Barat, yang diduduki, untuk mendukung permukiman Yahudi. "Saya sependapat dengan pembela hak asasi manusia, yang menyatakan jalan tersebut adalah bagian dari strategi jangka-panjang Israel untuk memastikan persinggungan antara Jerusalem dan permukiman di sekelilingnya, dan untuk mengukuhkan klaim Israel bagi kedaulatan atas Area C, yang mencakup 60 persen wilayah Tepi Barat."
Rapporteur Khusus itu juga menyampaikan kekhawatiran mengenai dikeluarkannya tender pembangunan untuk membuat unit permukiman. Menurut Paece Nor, 3.154 tender dikeluarkan pada 2017. Pada 2018, jumlahnya lebih dari 3.800, jumlah paling banyak sejak Peace Now mulai mengumpulkan data pada 2002.
Lynk juga mengecam tindakan baru-baru ini oleh Pemerintah Israel untuk memperluas permukiman yang ada di dekat Bethlehem dan Ramallah. Ia juga mengutuk ancaman pengusiran pengungsi Palestina dari rumah mereka di Permukiman Sheikh Jarrah di Al-Quds Timur, tempat mereka akan digantikan oleh pemukim Yahudi.