REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Psikolog Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Provinsi Aceh, Endang Setianingsih menyatakan, media sosial (medsos) menjadi pemicu perceraian di daerah yang dijuluki Serambi Mekkah itu. Banyak kasus pernikahan yang kandas karena perilaku pasangan yang terlalu sibuk dengan medsos.
"Di era digitalisasi media sosial menjadi pemicu terjadinya perceraian di Aceh," kata Endang Setianingsih di Banda Aceh, Sabtu (2/2).
Dewasa ini, kata Endang, tidak sedikit kepala keluarga disibukkan dengan media sosial. Perilaku seperti itu berdampak atau berpeluang terjadinya miskominukasi di dalam sebuah rumah tangga.
"Pengamatan saya di lapangan, suami-istri duduk semeja di warung kopi, tapi masing-masing sibuk dengan media sosial, sehingga waktu untuk berinteraksi dengan keluarga sangat sedikit," kata dia.
Menurut Endang, selain media sosial faktor ekomoni juga menjadi pemicu terjadinya perceraian. Dan tidak sedikit perempuan menjadi tulang punggung bagi ekonomi keluarga atau perempuan yang mencari nafkah.
"Jika pendapatan perempuan lebih tinggi dari suaminya, suami merasa tidak dihargai, padahal itu tidak," ujar dia.
Psikolog P2TP2A Provinsi Aceh juga berpesan kepada setiap kepala keluarga bisa memberikan contoh yang baik dalam membina rumah tangga. Selain itu, kepala keluarga juga perlu mendorong anak-anak bertumbuh kembang menggapai masa depan yang lebih baik.
Mahkamah Syari'iyah Aceh mencatat, Peradilan Mahkamah Syari'iah se-Provinsi Aceh pada 2018 telah memutuskan sebanyak 5.562 kasus perceraian. Angka tersebut meningkat dibandingkan tahun 2017 yakni, 4.917 kasus.