Sabtu 02 Feb 2019 19:26 WIB

Saat Kubu Prabowo Bicara Soal Ketua KPK dan Jaksa Agung

Prabowo-Sandi dinilai sengaja mainkan isu posisi Jaksa Agung dan ketua KPK.

Rep: Febrianto Adi Saputro, Afrizal Rosikhul Ilmi/ Red: Muhammad Hafil
Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno saat debat pertama pasangan calon presiden dan wakil presiden pemilu 2019 di Jakarta, Kamis (17/1).
Foto: Republika/Prayogi
Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno saat debat pertama pasangan calon presiden dan wakil presiden pemilu 2019 di Jakarta, Kamis (17/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pekan kemarin, kubu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melempar wacana menjadikan sejumlah nama yang dikenal memiliki integritas dalam pemberantasan korupsi sebagai pimpinan KPK dan Jaksa Agung. BPN beralasan, nama-nama ini bisa menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia dengan baik.

 

 Awalnya, wacana ini dilontarkan oleh Juru Bicara BPN Andre Rosiade. Dia menyatakan,  jika terpilih Prabowo-Sandiaga akan memperkuat KPK. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan menggulirkan wacana mendorong penyidik senior KPK Novel Baswedan menjadi ketua KPK.

"Kan meningkatkan (kinerja KPK) itu, memperkuat KPK dengan mengusulkan orang-orang hebat, bersih, berani untuk menjadi pimpinan KPK, salah satunya ada wacana di kami salah satunya dengan menjadikan Novel menjadi ketua KPK," kata Andre saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (29/1).

Andre menambahkan hal tersebut masih sebatas wacana. Ia juga tidak membeberkan lebih lanjut saat ditanya keseriusan wacana tersebut. "Iya masih wacana," kata Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra.

Selain itu, Andre mengungkapkan upaya lain dalan rangka penguatan KPK yaitu dengan memperkuat penyidik KPK dan menambah anggaran KPK. "Termasuk memastikan partai pendukung Prabowo dan Pak Sandiaga tidak akan merevisi undang-undang KPK, akan kita pastikan itu. Tidak akan diobok-obok seperti sekarang ini," ujarnya.

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik pimpinan KPK Jilid IV yang terdiri dari Agus Rahardjo, Saut Situmorang, Laode M Syarif, Alexander Marwata dan Basaria Panjaitan pada 21 Desember 2015. Masa jabatan pimpinan KPK periode ini akan berakhir pada 2019 ini. 

Kemudian, BPN melalui Koordinator Jubir BPN Dahnil Anzhar Simanjuntak menyinggung soal posisi Jaksa Agung jika Prabowo-Sandi menang.  Sejumlah nama mantan petinggi KPK seperti Bambang Widjajanto, Busyro Muqodas, Chandra M Hamzah, ahli hukum Todung Mulya Lubis, dan penyidik KPK Novel Baswedan disebut-sebut akan menjadi kandidat Jaksa Agung jika nantinya capres nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga terpilih sebagai presiden dan wakil presiden periode  2019-2024. 

"Lima orang itu tentu menjadi pertimbangan, banyak disebut sebut begitu ya. Ada Mas Bambang Widjojanto, ada Mas Novel ada Pak Busyro Muqodas dan beberapa tokoh lain. Bisa bertambah untuk kita pertimbangkan," kata Dahnil di Media Center Prabowo-Sandiaga, Kamis (31/1).

Dahnil menjelaskan munculnya kelima nama tersebut didasarkan keinginan Prabowo-Sandiaga yang bertekad menegakkan hukum di pemerintahannya. Prabowo-Sandi sejak awal dalam berbagai kesempatan mengatakan bahwa tidak ingin lagi ada politisasi hukum.

"Hukum tidak boleh dijadikan jadi alat politik. Dan, itu yang terjadi hari ini. Misalnya di kejaksaan agung banyak tiba-tiba orang partai politisi hijrah ke satu partai untuk menghindari hukuman. Nah itu tak boleh terjadi lagi nanti proses hukum kita rusak," ucapnya.

Dahnil memastikan bahwa Prabowo-Sandiaga tidak akan mengangkat jaksa agung yang berafiliasi dengan politik. Hal itu menurutnya untuk menghindari konflik kepentingan.

"Bukan berarti kader partai politik tidak baik, banyak yang baik. Tetapi untuk menghindari sedini mungkin potensi vested interest itu saja," ungkapnya. 

photo
Sejumlah mantan petinggi KPK yang 'tergoda' politik.

Wacana itu ditanggapi oleh kubu Tim Kampanye Nasional (TKN)  Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Arya Sinulingga dari TKN mengatakan,  janji kubu Prabowo-Sandi itu tidak sepadan dengan kenyataannya. Dia menambahkan, jika dilihat dari hasil survei, interval persentase antara Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi masih jauh, sehingga janji-janji itu belum layak untuk dipercayai, seperti kata pepatah "jauh panggang dari api".

"Kita nggak usah banyak cerita yang ke depan gitu yah, apalagi mereka jauh hasil surveinya," kata Arya saat dihubungi, Jumat (1/2).

Bahkan Arya menyebut janji yang diungkapkan kubu Paslon nomor urut 02 itu tidak jauh berbeda dengan janji-janji kampanye calon legislatif atau kandidat Pemilu lainnya, yang bahkan saat terpilih pun belum tentu direalisasikan apalagi saat tidak terpilih. "Itu kan janji kalau menang, nah kalau nggak menang gimana," tutur Arya.

Arya kembali menegaskan, masih ada beberapa proses pra-Pemilu 2019 yang harus dilewati, sehingga menurutnya hal-hal seperti itu belum layak diungkapkan. "Udah kita bertarung aja dulu, kita belum tahu kok soal janji dari dia bener atau enggaknya, sesuatu yang belum jelas juga itu," kata dia.

Direktur Eksekutif Voxpol center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengatakan penawaran posisi Jaksa Agung yang digemborkan kubu BNP Prabowo-Sandi adalah kesengajaan. Untuk menarik simpati masyarakat sekaligus menusuk kubu Jokowi-Ma’ruf.

“Mungkin ini salah satu cara mengkritik, menyindir, saya pikir pesannya sederhana bahwa beliau tidak ingin nanti Jaksa Agung seperti sekarang, dari kader politik, menjadikan hukum sebagai alat memukul dan menyandera kepentingan politik,” kata Pangi.

Misalnya kata dia, karena Jaksa Agung dari Partai Nasdem maka banyak kepala daerah dari Nasdem karena ingin merasa aman, karena ingin safety hukum dan banyak juga karena ingin aman menjadi caleg di Nasdem.

 

“Ini kan salah satu upaya mengambil empati dan menyakinkan publik, bahwa kalau beliau (Prabowo) nanti terpilih bakal menempatkan orang baik dan bersih, punya track record, kapasitas dan kapabilitas yang mumpuni untuk menjadi Jaksa Agung,” terangnya.

Jadi sebetulnya lanjut Pangi, yang ingin disampaikan tim BPN Prabowo-Sandi adalah efek dan memenangkan opini. Sehingga dianggap jika nanti Prabowo menang tidak lagi memberikan jabatan strategis seperti Jaksa Agung ke kader parpol atau mereka yang tidak punya kapasitas, narasi dan kapabilitas memimpin institusi penegakan hukum.

“Jadi selain perang sindiran, juga Prabowo-Sandi ingin memenangkan opini bahwa mereka kalau nanti dipercaya rakyat, diberikan amanah maka jabatan strategis seperti Jaksa Agung akan diberikan kepada orang orang yang berintegritas, mereka yang berkemampuan menegakkan hukum, mereka yang bersih, bukan kader partai yang sulit bebas dari ruang kepentingan,” jelasnya.

Hanya saja, tambah Pangi, apakah nanti janji tersebut akan dipenuhi setelah terpilih ini merupakan soal lain. Karena yang namanya politikus kata dia, memang menebar janji, mencoba memberikan harapan baru yang bisa membangkitakan animo kepercayaan masyarakat.

“Politisi kalau ngak berjanji, belum sempurna sebagai political adventure, soal nanti apakah janji tersebut terlalu lebay atau mengawang-ngawang, apakah nanti bisa terpenuhi atau tidak, itu soal lain,” kata dia.

Baca juga: Prabowo-Sandi Dinilai Sengaja Mainkan Isu Posisi Jaksa Agung

Baca juga: Sosok Jack Boyd: Pelapor Anies, Dhani, Hingga Rocky Gerung

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement