Selasa 05 Feb 2019 12:00 WIB

BPN Ingin UU ITE Direvisi

Dahnil menyebut mayoritas korban UU ITE adalah masyarakat awam dan aktivis.

Rep: Ali Mansur/Arief Satrio Nugroho/ Red: Muhammad Hafil
Koordinator Juru Bicara BPN, Dahnil Anzar Simanjuntak
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Koordinator Juru Bicara BPN, Dahnil Anzar Simanjuntak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyatakan pihaknya mendorong adanya revisi terhadap Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Revisi perlu dilakukan lantaran UU ini banyak disalahgunakan untuk kepentingan kekuasaan.

"UU ITE ini menjadi perhatian khusus Prabowo-Sandi untuk direvisi karena korban utama UU ITE adalah masyarakat awam," kata Dahnil dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (5/2).

Dahnil beralasan mayoritas korban UU ITE yang berujung pada pidana adalah masyarakat awam dan kalangan aktivis. Sementara pelapornya mayoritas adalah pejabat negara. Jadi pejabat publik yang kemudian merasa martabatnya terganggu dengan kritik, bisa menggunakan UU ini untuk menjerat siapa pun.

"Data kita lebih dari 35 persen pelapor UU ITE itu adalah pejabat negara. Ini signal sederhana bahwa UU ITE menjadi alat buat pejabat negara membungkam kritik. Artinya sebagian besar pejabat kita punya kecenderungan anti kritik," kata Dahnil.

Kemudian Dahnil mencatat, sejak disahkan pada 2008, UU ITE banyak disalahgunakan dan banyak memakan korban saat Jokowi mulai memerintah di 2014. "Puncaknya adalah tahun 2016 ada 84 kasus dan tahun 2017 ada 51 kasus. Jadi, komitmen kita adalah merevisi UU ITE. Kita ingin stop pengbungkaman publik, dan kriminaslisasi," kata Dahnil. 

Sebelumnya, DPR mempersilakan masyarakat yang keberatan dengan pasal-pasal UU ITE tersebut mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

 

"Ya, silakan kalau memang ada pasal atau melakukan gugatan judicial review (uji materi) di MK," kata Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (30/1).

Upaya judicial review, kata Bamsoet, diadakan untuk merevisi atau mengkoreksi dari pada Undang - Undang. UU yang disahkan DPR, bisa diuji materinya di MK.

"Kan bukan hanya satu dua kali undang-undang yang lahir dari DPR dan pemerintah dikoreksi di MK," kata Bamsoet.

Menurut Bamsoet, aplikasi UU ITE sendiri sudah sesuai mekanisme dengan yang tertera. Menurutnya apa yang diputuskan oleh majelis hakim terkait UU ITE itu menjadi kewenangan kehakiman. Ia pun menyebut, seharusnya

"Barang kali pertanyaanya kenapa yang itu dituntut sekian tahun kenapa yang itu bebas kenapa yang ini berat. Ya itu kan semua kewenangan atau kemerdekaan kehakiman jadi tidak perlu ada yang perlu di persoalkan," kara Bamsoet.

Bamsoet pun menambahkan, bila ada pihak yang mempermasalahkan poin-poin UU, maka hal tersebut telah ada mekanisme yang mengatur oleh UU atau negara.

Baca juga: Panglima: Perwira TNI akan Ditempatkan di Kementerian

Baca juga: Sosok Jack Boyd: Pelapor Anies, Dhani, Hingga Rocky Gerung

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement