REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen PAS Kemenkumham) telah membuat kajian atas pemberian remisi terhadap narapidana kasus pembunuhan, I Nyoman Susrama. Dari hasil kajian tersebut, kini draf pembatalan pemberian remisi itu sudah ada di Kementerian Sekretariat Negara.
"Saya melakukan komunikasi terus dengan teman-teman di Setneg, draf (pembatalan) ini sudah ada," ujar Direktur Jenderal Ditjen PAS, Sri Puguh Budi Utami, di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (8/2).
Utami menyebutkan, pada 2 Februari 2019 lalu, ia pergi ke Bali untuk bertemu dengan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Bali dan beberapa komunitas lainnya. Saat itu, mereka menyampaikan keberatan atas pemberian remisi kepada Susrama sebagaimana yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Presiden No. 28/2018.
"Kemudian saya serahkan langsung kepada Pak Menteri. Pak Menkumham memerintahkan kepada kami untuk melakukan kajian, dan sudah dilakukan," kata dia.
Setelah itu, lanjut Utami, Menkumham langsung menulis surat atas hasil kajian yang pihaknya lakukan kepada Mensesneg. Menurut dia, surat tersebut merupakan rekomendasi untuk dilakukan pembatalan terhadap pemberian remisi kepada Susrama.
"Proses sudah berlangsung, yakin bahwa pemerintah akan segera mengambil sikap," jelas dia.
Utami pun berharap, dengan berjalannya proses tersebut, Surat Keputusan Presiden untuk pembatalan pemberian remisi kepada Susrama bisa segera diterbitkan. Meski pemberian remisi itu telah sesuai aturan, ia mengatakan, pemerintah mendengarkan apa yang disampaikan oleh masyarakat.
"Ada asas umum pemerintahan yang baik. Di sana ada azas kemanfaatan, asas kepentingan umum, keadilan masyarakat, itu akan menjadi pertimbangan," kata Utami.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Abdul Manan berpendapat bahwa keputusan pemerintah untuk memberikan remisi kepada terpidana terpidana seumur hidup, I Nyoman Susrama, adalah kebijakan yang tidak tepat. AJI pun mendesak pemerintah transparan terkait pemberian remisi terhadap terpidana kasus pembunuhan wartawan itu.
"AJI menganggap pemberian remisi itu sangat tidak tepat untuk kasus pembunuhan wartawan, apalagi ini pembunuhan berencana," kata Manan di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Jumat (8/2).
Susrama adalah otak di balik pembunuhan wartawan Radar Bali Anak Agung Ngurah Bagus Narendra Prabangsa karena Prabangsa memberitakan tindak pidana korupsi pembangunan sekolah yang dilakukan oleh Susrama. Namun, pemerintah mengeluarkan keputusan untuk memberikan remisi kepada Susrama dengan mengacu pada Pasal 9 Keppres Nomor 174 Tahun 1999 yang mensyaratkan penerima remisi adalah narapidana yang dikenakan pidana penjara seumur hidup, telah menjalani masa pidana paling sedikit 5 tahun berturut-turut, serta telah berkelakuan baik.
"Remisi yang diberikan kepada seorang koruptor sekaligus otak dari pembunuhan berencana yang keji adalah suatu kesalahan," kata Manan.