Kamis 14 Feb 2019 08:11 WIB

Prabowo-Sandiaga Komitmen Pangkas Rantai Distribusi Pangan

Rumitnya rantai distribusi pangan menjadi salah satu penyebab harga mahal di pasaran.

Rep: Ali Mansyur/ Red: Budi Raharjo
Seorang pedagang beras merapikan dagangannya di kawasan Pasar Ciputat, Tanggerang Selatan, Banten (31/1).
Foto: Republika/Prayogi
Seorang pedagang beras merapikan dagangannya di kawasan Pasar Ciputat, Tanggerang Selatan, Banten (31/1).

REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta -- Tim Ekonomi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Arie Muftie, menyampaikan pasangan calon Prabowo-Sandiaga berkomitmen untuk menyederhanakan rantai distribusi bahan pangan. Tujuannya, untuk menjaga stabilitas harga dan memastikan harga tetap terjangkau oleh masyarakat.

Menurut Arie, rumitnya rantai distribusi komoditas pangan menjadi salah satu penyebab mengapa harga mahal di pasaran. "Karenanya, Prabowo-Sandiaga akan berupaya menciptakan rantai distribusi yang sederhana, terbuka dan berkeadilan," ujarnya dalam diskusi Indonesia Paska Jokowi 'Masalah Ekonomi dan Kedaulatan Pangan, Apa Solusinya?' di Jakarta Selatan, Rabu (13/2).

Dengan menyederhanakan rantai distribusi diharapkan harga pangan stabil dan terjangkau. Kata Arie, pihaknya banyak mendengar keluhan masyarakat terkait harga sembako yang mahal. "Apa yang kami temui di 1.161 titik kunjungan itu riil, tapi pemerintah selalu berlindung dengan angka-angaka, mereka menyebut bahwa inflasi terjaga," tambah Arie

Selain menciptakan rantai distribusi sederhana dan berkeadilan, Prabowo-Sandiaga juga berkomitmen untuk tidak melakukan impor pangan khususnya saat panen. Arie menilai, maraknya impor pangan di era Jokowi menjadi salah satu penyebab nilai tukar petai menurun di banding era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Banyak petani yang justru tidak gembira saat jelang panen, mereka was-was, takut kalau harga komoditas yang mereka tanam tiba-tiba anjlok saat panen akibat impor," kata Arie.

Lanjut Arie, kebijakan menghentikan impor pangan juga dilakukan untuk memberantas mafia pangan yang tumbuh subur sejak paska reformasi. Pihaknya juga menilai problem yang sedemikian kompleks di ekonomi ini bukan problem sektoral, tapi problem fundamental, problem kepemimpinnan nasional.

"Jadi aneh, bahwa seorang presiden membiarkan meterinya melakukan impor gila-gilaan di saat petani sedang panen," tutup Arie.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

  • 1 kali
  • 2 kali
  • 3 kali
  • 4 kali
  • Lebih dari 5 kali
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement