REPUBLIKA.CO.ID, Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk menolak kasasi yang diajukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sehingga, putusan MA ini menguatkan pembubaran HTI.
"Tolak kasasi," tulis amar putusan hakim seperti dilansir dari website resmi MA, Jumat (15/2).
Putusan MA itu diputuskan pada Kamis (14/2). Di mana, hakim terdiri dari Is Sudaryono, Hary Djatmiko, dan Supandi.
Pada 2017 lalu, pemerintah melalui Menkumham membubarkan HTI berdasarkan UU Ormas. HTI kemudian menggugat ke PTUN Jakarta.
Namun, PTUN Jakarta menolak gugatan HTI pada Mei 2019. Vonis itu dikuatkan Pengadilan Tinggi Jakarta pada September 2018. Kemudian, HTI melanjutkannya dengan proses Kasasi ke MA.
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara HTI Ismail Yusanto mengaku belum menerima pemberitahuan secara resmi dari MA. Namun, Ismail mengatakan, pihaknya tidak kaget dengan putusan itu.
"Dalam suasana dan budaya hukum saat ini yang sangat diskriminatif dan politis, putusan seperti itu sangat mungkin terjadi," kata Ismail melalui pesan singkatnya kepada Republika.co.id, Jumat (15/2) malam.
Menurut Ismail, pihaknya akan mengkonsultasikan masalah ini ke Yusril Ihza Mahendra yang menjadi kuasa hukumnya.
"Masih ada PK (peninjauan kembali).Mungkin kita akan mengajukan PK bila ada novum baru," kata Ismail.
Kuasa hukum HTI, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan setelah ada putusan kasasi, maka perkara HTI sudah selesai dan mempunyai kekuatan hukum tetap. "Putusan MA itu wajib kita hormati. Setuju atau tidak setuju, itulah putusan final dan mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Yusril, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Ahad (17/2).
Lebih lanjut, Ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini mengatakan, satu-satunya jalan yang dapat ditempuh HTI adalah mengajukan peninjauan kembali (PK). Hal itu, menurutnya, jika memang terdapat kekhilafan hakim kasasi dalam memutus perkara, atau pun ada novum atau bukti baru sebagai dasar untuk mengajukan PK.
Sejauh ini, Yusril mengatakan belum ada pembicaraan apakah HTI akan mengajukan PK atau tidak. Hanya ada dua alasan untuk ajukan PK yakni ada kekhilafan hakim atau ada novum. "Itu harus ditelaah dulu setelah nanti menerima salinan putusan," ujar dia.
Massa HTI saat menunggu hasil sidang pembacaan putusan gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Senin (7/5).
Lebih lanjut Yusril mengatakan kuasa yang diberikan HTI kepada dirinya dan Ihza Ihza Law firm hanya sampai kasasi. Ia menegaskan belum ada pembicaraan HTI akan mengajukan PK atau tidak. "Kalau kami diminta menangani PK tentu kami akan bekerja secara profesional," kata dia.
Sementara, Kepala Biro Humas Kementerian Hukum dan HAM, Bambang Wiyono, mengatakan bahwa pihaknya masih belum mendapatkan pemberitahuan resmi dari MA. Walaupun, perkara nomor 27 K/TUN/2019 itu sudah diputus oleh MA.
"Lazimnya putusan tersebut mungkin masih diminuta. Sehingga, Kumham masih harus menunggu putusan tersebut demi keadilan dan kepastian hukum," kata Bambang, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Ahad (17/2).
Kendati begitu, ia meminta para pihak agar tunduk dan patuh terhadap putusan tersebut.