REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayjen TNI Sisriadi, menyebutkan, pernyataan akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Robertinus Robet, terkait dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dalam orasinya beberapa waktu lalu bisa dijadikan masukan untuk TNI. Terkait penangkapan Robet, ia menyebutkan, Polri sudah mengambil langkah yang seharusnya dilakukan.
"Dalam orasi itu juga ada konten yang sedang menjadi trending topic, yang intinya meminta jangan sampai TNI berdwifungsi seperti jaman Orba lagi. Konten ini tentu bisa dijadikan masukan untuk membangun trust masyarakat kepada TNI," ujar Sisriadi saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (7/3).
Terkait hal lain yang disampaikan Robet pada orasi tersebut, ia menyebutkan, memang ada ujaran-ujaran kebencian. Menurut Sisriadi, hal tersebut menjadi ranah penegak hukum atau Polri untuk menindaklanjutinya.
"Polri sudah mengambil langkah yang seharusnya mereka lakukan. TNI mengapresiasi langkah yang sudah dilakukan Polri," jelas Sisriadi.
Di samping itu, Robet telah diperbolehkan pulang setelah diperiksa Bareskrim Polri selama 1x24 jam, Kamis (7/3). Meski dibolehkan pulang, aktivis kelahiran 1971 itu tetap berstatus tersangka. Robet disangka telah melakukan penghinaan terhadap institusi TNI.
Juru Bicara Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, Robet diperiksa sejak Kamis (7/3) dini hari. Proses pemeriksaan terhadap Robet, dilakukan di Direktorat Siber Bareskrim Mabes Polri.
"Setelah dilakukan pemeriksaan, kemudian proses administrasi berita acara yang sudah selesai, saudara R dibolehkan pulang oleh penyidik,” ujar dia di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (7/3).
Tim Siber Bareskrim Polri, pada Kamis (7/3) dini hari menangkap Robet di kediamannya di Depok, Jawa Barat. Penangkapan tersebut, terkait dengan aksi Robet yang menyanyikan plesetan mars ABRI saat aksi Kamisan, di depan Istana Negara, pada 28 Februari lalu. Aksi yang terekam dalam video tersebut sempat viral di media sosial.